syirkah, ijarah, dan ariyah




MAKALAH FIQIH
TENTANG SYIRKAH, IJARAH, DAN ARIFAH
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
NAMA          : Ade Sri Wulan Pane                            
NIM              : 1530100006            
SEM/JUR     : KPI/ V(LIMA)

Dosen pengampuh:
Zilfaroni, S.Sos.I.,M.A
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PADANGSIDIMPUAN
T.A. 2017/2018


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatu...
 Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah  ini dengan judul “Syirkah (perserooan), ijaroh dan arifah”, serta tak lupa pula saya haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi kita Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahilia, dari zaman kebodohan menuju zaman yang sekarang ini yakni zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Makalah ini di persiapkan dan di susun untuk memenuhi tugas kuliah serta menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, di dalam makalah ini saya menyadari bahwa penulisanya masih sangat sederhana dan jauh dari kesempurnaan. Namun, besar harapan saya semoga makalah yang disusun ini bisa bermanfaat. Saya selaku penulis makalah ini dapat terselesaikan atas usaha keras saya dan bantuan rekan-rekan dalam diskusi untuk mengisi kekuranganya.
Dalam pembuatan makalah ini saya sangat menyadari bahwa baik dalam penyampaian maupun penulisan masih banyak kekurangannya untuk itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat saya harapkan untuk penunjang dalam pembuatan makalah saya berikutnya.
 Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh...



   Padangsidimpuan, 23 September 2017

     Penulis







DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................  i
DAFTAR ISI......................................................................................................................  ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................  1
         A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
         B. Rumusan Masalah................................................................................................. 2
         C. Tujuan..................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................  3
        A. Pengertian Syirkah (perserooan), ijaroh dan arifah...........................................  3
        B. Rukun  Syirkah (perserooan), ijaroh dan arifah..................................................  5
        C. Syarat  Syirkah (perserooan), ijaroh dan arifah..................................................  7
        D. Macam-macam  Syirkah (perserooan), ijaroh dan arifah.................................... 8
        E. Hukum Syirkah(perserooan), ijaroh dan arifah..................................................   9
        D. Cara membatalkan syarikat (perserooan), ijaroh dan arifah............................ 10
BAB III PENUTUP.............................................................................................................  14
   A. Kesimpulan.............................................................................................................  14
   B. Saran........................................................................................................................  14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 15















BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia tidak dapat hidup sendirian, pasti membutuhkan orang lain dalam memenuhi keutuhan. Ajaran Islam mengajarkan supaya kita menjalin kerja sma dengan siapa pun terutama dalam bidang ekonomi dengan prinsip saling tolong menolong dan menguntungkan, tidak menipu dan tidak merugikan. Tanpa kerja sama kita tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup. Syirkah (kerja sama), ijarah (imbalan) dan ariyah (sewa menyewa) merupakan hukum Islam untuk manusia agar selalu menempatkan sesuatu hubungan dengan cara yang sesuai dengan syara islam, agar tidak merugikan  orang lain.


B.     RUMUSAN MASALAH
Dari uraikan latar belakang diatas dapat ditarik beberapa rumusan masalah, sebagai berikut:
1. Apa pengertian syarikat (perserooan), ijaroh dan arifah?
2. Apa saja rukun, syarat, dan hukum syarikat (perserooan), ijaroh dan arifah?
3. Apa saja macam dan cara membatalkan syarikat (perserooan), ijaroh dan arifah ?

C.    TUJUAN
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, penulisan ini bertujuan untuk menginformasikan dan menjelaskan tentang proses perencanaan dalam Manajemen serta menjelaskan rumusan masalah diatas. Secara khusus makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen serta menginformasikan wawasan dan pengetahuan ke teman-teman jurusan kpi semester lima.







BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Syirkah  (perserooan), ijaroh dan ariyah
a)         Syirkah (perserooan).
Secara bahasa kata syirkah berarti al-ikhtilath (percampuran) dan persekutuan. Yang dimaksud dengan percampuran disini adalah sesaorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga sulit untuk dibedakan.
Adapun menurut istilah ada beberapa definisi yang dikemukan oleh ulama:
1.        Menurut Ulama Hanafiah: “Akad antara dua orang yang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan.
2.        Menurut Ulama Malikiyah: “Izin untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerja sama terhadap harta mereka”.
3.        Menurut Ulama Hazby as-Shiddiqie: “Akad yang berlaku anatara dua orang atau lebih untuk saling tolong menolong dalam suatu usaha dan membagi keuntungannya.”
Jadi berdasarkan tiga pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan perbedaannya hanya bersifat redaksional, namun secara esensial prinsipnya sama yaitu bentuk kerja sama yaitu  bentuk kerja sama antara  dua orang atau lebih dalam sebuah usaha dan konseksual keuntungan dan kerugiannya datanggung secara bersama.

b)        Ijarah.
Secara etimologi al-ijarah berasal dari kata al-Ajru yang berarti al-Iwadh/ pergangtian, dari sebab itulah ats-Tsanabu dalam konteks pahala dinamai juag al-Ajru/upah. Ijarah adalah perjanjian yang tetap untuk memanfaatkan sesuatu dalam waktu tertentu.[1]
Adapun secara terminologi, para ulama fiqih berbeda pendapatnya
1.        Menurut Sayyid Sabiq, al-ijarah adalah suatu jenis akad atau transaksi untuk mengambil manfaat dengan jalan memberi pengganti.
2.        Menurut ulama Syafi’yah al- ijarah adalah suatu jenis akad atau transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah.
3.        Menurut Amir Syarifudin al-ijarah secara sederhana dapat diartikan dengan akad atau transaksi manfaat atau atau jasa dengan imbalan tertentu.
Al-ijarah dalam bentuk sewa menyewa maupun dalam bentuk upah mengupah merupakan muamallah yang telah diisyaratkan dalam Islam.

c)        Ariyah
Secara etimologi, ‘ariyah diambil dari kata Aara yang berarti datang dan prgi. Menurut sebagian pendapat ‘ariyah berasal dari kata ‘At-Ta’awwuru yang sama artinya dengan At-Tanaawulu au At-Tanaasubu yang berarti saling menukar dan mengganti dalam konteks tradisi pinjam meminjam.
Menurut bahasa ariyah berarti memberi manfaat tanpa imbalan, sedangkan menurut Syara ialah memberi manfaat dari sesuatu yang halal dimanfaatkan kepada orang lain, dengan tidak merusakkan zatnya, agar zat barangnya itu nantinya bisa dikembalikan lagi kepada yang punyanya.
Secara terminologi syara’, ulama fiqih berbeda pendapt dalam mendefinikan ‘ariyah, antara lain:
1.        Ibnu Rifa’ah berpendapat, bahwa yang dimaksud ‘ariyah adalah kebolehkan mengambil manfaat suatu barang dengan halal serta tetap zatnya.
2.        Menurut pendapat  al-Malikiyah sebagaimana yang ditulis oleh Wahbah al-Juhaili, ariyah adalah pemilikan atas manfaat suatu barang tanpa imbalan. Adapun menurut al-Syafiyah dan al-Hanabalah ‘ariyah adalah pembolehan untuk mengambil manfaat  suatu barang tanpa adanya imbalan.
3.        Amir Syarifuddin berpendapat, bahwa  ‘ariyah adalah transaksi atas manfaat suatu barang tanpa imbalan, dalam arti sederhana ‘ariyah adalah menyerahkan suatu wujud barang untuk dimanfaatkan orang lain tanpa adanya imbalan.
Menurut Wahbah al-Juhaili akad ini berbeda dengan hibah, karena ariyah hanya mengambil manfaat dari benda itu, sedangkan hibah mengambil zat dan manfaatnya. Ariyah juga berbeda dengan ijarah karena ijarah itu barang yang diambil manfaatnya harus diganti dengan imbalan.[2]

B.  Rukun  Syirkah (perserooan), ijaroh dan ariyah.
a). Syirkah (perserooan)
Rukun syirkah adalah sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu berlangsung.
1.        Menurut Ulama Hanafiyag rukunnya ada dua yaitu: ijab (ungkapan penawaran melakukan perserikatan), dan kabul (ungkapan penerimaan perserikatan).
2.        Menurut Hanafiah itu bukan rukun tetapi termasuk syarat.
3.        Menurut Abdurrahman al-Jaziri rukun syirkah meliputi dua yang bersrikat, shighat, objek akad syirkah.
4.        Menurut Hanafiyah yang membatasi rukun syirkah pada ijab dan kabul saja itu masih bersifat umum karena ijab kabul berlaku untuk semua transaksi.

b). Ijarah
Menurut Hanafi’yah rukun ijarah hanya satu yaitu: ijab kabul dan dua belah pihak yang bertransaksi. Adapun menurut Jumhur Ulama rukun ijarah ada empat yaitu:
1. Dua orang yang berakad.
2. Sighat (ijab dan kabul).
3. Sewa atau Imbalan.
4. Manfaat.

       Adapun rukun ijarah yaitu:
1.        Penyewa dan orang yang menyewakan.
       Kewajibannya yaitu:
a. Mengijinkan pemakaian barang yang disewakan dengan memberikan kuncinya bagi rumah dan sebagiannya kepada orang yang menyewa.
b. Memelihara keutuhkan barang yang disewakan.
Sementara itu kewajiban bagi penyewa adalah:
a. Membayar sewaannya sebagaimana yang telah ditentukan.
b. Membersihkan barang sewaan.
c. Mengembalikan barang sewaannya itu bila telah habis temponya.
2.        Sewaan yang diisyaratkan dapat diketahui dengan jelas jenisnya, ukurannya, dan sifatnya.
3.        Manfaat yang diisyaratkan dapat dimanfaatkan oleh orang lain seperti berharga, berjangka waktu, dan dapat diserah terimakan.



c). Ariyah
Adapun rukun ‘ariyah menurut Jumhur Ulama ada empat yaitu:
1.        Orang yang meminjamkan atau Mu’ir.
2.        Orang yang meminjam atau Mustair.
3.        Barang yang dipinjam atau Mu’ar.
4.        Lafal atau sighat pinjaman atau sight ‘ariyah. 

Menurut Hanafiyah, rukun ariyah adalah satu yaitu ijab dan kabul tidak wajib dikabulkan akan tetapi cukup dengan menyerahkan pemilik kepada peminjam barang yang dipinjam dan boleh hukum ijab kabul dengan ucapan.
Menurut Sayafi’iyah rukun ariyah ada 3 yaitu:
1.        Kalimat mengutangkan lafazh
2.        Orang yang mengutangkan harus baliq, berakal, dan tidak dibawah perlindungan seseorang.
3.        Benda yang diuntangkan, harus dimanfaatkan dan tidak najis.

C. Syarat  Syirkah (perserooan), ijaroh dan ariyah.
a). Syirkah (perserooan)
Adapun syarat syirkah merupakan perkara penting yang harus ada sebelum dilaksanakan syirkah. Jika syarat tidak terwujud maka transaksi syirka batal.
Menurut Hanafiyah ada empat bagian yaitu:
1.        Syarat yang berkaitan dengan semua bentuk syirkah aik harta, maupun lainnya. Dalam hal ini, terdapat dua syarat yaitu: berkaitan dengan benda yang diakadkan (ditransaksikan) harus berupa benda yang dapat diterima sebagai perwakilan dan berkaitan dengan keuntungan, pembagiannya harus jelas dan disepakati oleh kedua belah pihak, misalnya 1/2 atau 1/3.
2.        Syarat yang terkaitan dengan harta (mal). Dalam hal ini, ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu pertama model yang dijadikan objek akad syirkah adalah alat dari akad pembayaran yang sah (nuqud), seperti riyal, rupiah, dan dollar. Kedua adanya pokok harta (modal) ketika akad berlangsung baik jumlahnya sama atau berbeda.
3.        Syarat yang berkaitan dengan syirkah mufawadhah yaitu: maodal pokok harus sama, orang yang ber-syirkah (ahli kafalah), dan objek akad diisyaratkan syirkah umum (semua macam jual beli (perdangangan).

Ada syarat lain yang harus dipenuhi dan syirkah. Menurut Idris Ahmad, syarat tersebut meliputi yaitu:
4.        Mengungkapkan kata yang menunjukan izin anggota yang berserikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu.
5.        Anggota  berserikat yang  saling percaya, sebab masing-masing mereka merupaka wakil yang lain.
6.        Mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak masing-masing, baik bentuk, mata uang atau yang lain.

Malikiyah menambahkan bahwa orang yang melakukan akad syirkah diisyaratkan merdeka, baligh, dan pintar (rusyd).
Syafi’iyah berpendapat bahwa syirkah yang sah hukumnya hanyalah syirkah’inan sedangkan syirkah lainnya batal.

b). Ijarah
1. Diketahui manfaatnya, seperti menempati rumah atau menjahitkan pakaian. Karena ijarah adalah seperti jual beli, sedangkan jual beli itu harus diketahui barang yang dijualnya.
2. Boleh dimanfaatkan, karena itu tidak boleh mengupahkan ammah (budak wanita) untuk  disetubuhi, perempuan untuk bernyanyi atau untuk meratap, atau menyewahkan tanah untuk membangun gereja, pabrik minuman keras.
3. Diketahui secara jelas upahnya. Disini memiliki aturannya yaitu:
4. Apabila ia menyewakan sesuatu kepada orang lain, kemudian dia melarang memanfaatkannya dalam kurun waktu tertentu. Maka gugurlah upahnya selama waktu tersebut. Dan apabila dia tetap tidak memanfaatkannya maka dia akan membayar secara penuh.
5. Sewa menyewah batal, dengan rusaknya barang yang disewakan itu misalnya roboh.
6. Barangsiapa yang menyewa sesuatu kemudian menemukan sesuatu yang cacat maka baginya bisa membatalkan sewa-menyewa tersebut.
7. Pegawai yang bersekutu didalam pekerjaan, seperti penjahit dengan pandai besi, menanggung kerusakan akibat pekerjaannya, tetapi tidak menanggung kerusakan akibat kelalai tempat kerjanya.
8. Tetapnya upah dengan perjanjian. Penyerahannya dilakukan setelah pemanfaatan dari barang tersebut.
9. Bagi pekerja boleh menahan bendanya, sehingga dipenuhi dulu upahnya, jika pekerjaan itu mempunyai dampak tertentu terhadap suatu benda.
10. Barang siapa yang mengobati orang yang sakit dengan sesuatu upah, padahal ia bukan sesuatu maka baginya haru menanggung segala akibatnya.
Nabi bersabda: “ barang siapa yang mengobati padahal ia bukan seorang dokter, maka dia akan menanggung segala akibatnya.

Adapun syarat-syarat  al-ijarah sebagaimana yang ditulis Nasrun Haroen sebagai berikut:
1.        Yang terkait dengan dua orang yang berakad.. Menurut Syafi’iyah dan Hanabalah mengisyaratkan dia telah baliq dan berakal, menurut Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa yang berakal itu tidak harus baliq, orang yang mumayyid itu diperbolehkan.
2.        Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya melakukan akad al-ijarah.
3.        Manfaat yang mnjadi objek al-ijarah harus diketahui.
4.        Objek al-ijarah itu boleh menyerahkan dan digunakan secara langsung dan tidak cacatnya.
5.        Benda itu harus halal.
6.        Yang disewakan itu tidak berkewajiban menyewanya.
7.        Objeknya harus yang biasa disewakan.
8.        Upah atau sewah harus jelas dan pasti.

c). Ariyah
Untuk sahnya ariyah ada empat syarat yang wajib dipernuh yaitu:
1.        Pemberi pinjaman hendaknya orang yang layak erbaik hati. Oleh karenaya ariyah yang dilakukan oleh orang yang sedang ditahannya hartanya tidak sah.
2.        Manfaat dari barang yang dipinjamkan itu hendaknya milik dari yang meminjamkan. Artinya sekaligus orang itu tidak memiliki barang hanya memiliki manfaatnya saja, dia boleh meminjamkan. Contohnya penyewah boleh meminjamkan barangnya, dan kepada si menyewa tidak boleh meminjamkan barang yang dipinjamkan kepada orang lain.
3.        Barang yang dipinjamkan hendaknya ada manfaatnya. Maka tidak sah meminjamkan barang yang tidak berguna.
4.        Harta yang dipinjamkan itu tidak boleh rusak setalah diambil manfaatnya.[3]

D. Hukum Syirkah (perserooan), ijaroh dan arifah.
a). Syirkah (perserooan)
Syirkah memiliki kedudukan yang sangat kuat dalam Islam. Sebab keberadaannya diperkuat oleh al-Qur’an, hadis, dan ijma ulama. Dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang mengisyaratkan pentingnya syirkah diantaranya terdapat dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat 12, surat Saad ayat 24.
tA$s% ôs)s9 y7yJn=sß ÉA#xsÝ¡Î0 y7ÏGyf÷ètR 4n<Î) ¾ÏmÅ_$yèÏR ( ¨bÎ)ur #ZŽÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èƒø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ×@Î=s%ur $¨B öNèd 3 £`sßur ߊ¼ãr#yŠ $yJ¯Rr& çm»¨YtGsù txÿøótGó$$sù ¼çm­/u §yzur $YèÏ.#u z>$tRr&ur ) ÇËÍÈ  
24. Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.

b). Ijarah (sewa menyewa)
Hukumnya adalah diizinkan oleh syariat.
Firman Allah: ....Musa berkata: jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu. (al-kahfi:77).  Dan al-qassas: 26-7)
SQ. al-kahfi:77
$s)n=sÜR$$sù #Ó¨Lym !#sŒÎ) !$us?r& Ÿ@÷dr& >ptƒös% !$yJyèôÜtGó$# $ygn=÷dr& (#öqt/r'sù br& $yJèdqàÿÍhŸÒム#yy`uqsù $pkŽÏù #Y#yÉ` ߃̍ムbr& žÙs)Ztƒ ¼çmtB$s%r'sù ( tA$s% öqs9 |Mø¤Ï© |Nõy­Gs9 Ïmøn=tã #\ô_r& ÇÐÐÈ  
77. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".

Rasulullah bersabda:  “tiga kelompok yang aku musuhi pada hari kiamat nantinya: seorang yang menjual seseorang yang memberikan kepada-Ku (berbaiat), kemudian dia khiat, seseorang yang menjual barang merdeka kemudian memakan harganya, dan seseorang majikan yang mempertkerjakan pekerjaan dan ia telah memenuhi tugasnya, akan tetapi majikan itu, tidak memenuhi upahnya”. (Bukhari).

c). Ariyah
Hukum ariyah menurut Ulama Syafi’i  yaitu: “Sah menyewa tanah yang hasilnya diberikan kapada tentara.
Menurut Abu Hanifah: tidak ada penjualan itumem dan yang menyewa boleh memilih antara menyetujui penjualan, membatalkan penyewaan, atau menolak penjualan dan meneruskan penyewa itu.[4]
Menurut Sayyid Sabiq ariyah adalah sunnah, sedangkan menurut al-Ruyani bahwa ariyah hukumnay wajib ketika awal Islam. Adapun ladasan hukum ariyah dalam al-Qur’an adalah:
Al-Maidah ayat 2.
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#q=ÏtéB uŽÈµ¯»yèx© «!$# Ÿwur tök¤9$# tP#tptø:$# Ÿwur yôolù;$# Ÿwur yÍ´¯»n=s)ø9$# Iwur tûüÏiB!#uä |MøŠt7ø9$# tP#tptø:$# tbqäótGö6tƒ WxôÒsù `ÏiB öNÍkÍh5§ $ZRºuqôÊÍur 4 #sŒÎ)ur ÷Läêù=n=ym (#rߊ$sÜô¹$$sù 4 Ÿwur öNä3¨ZtB̍øgs ãb$t«oYx© BQöqs% br& öNà2r|¹ Ç`tã ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tptø:$# br& (#rßtG÷ès? ¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ  
2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram[390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya[391], dan binatang-binatang qalaa-id[392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya[393] dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.

Landasan hukum kedua adalah hadist yaitu
“Sampaikanlah amanat orang yang memberikan amanat kepadamu dan janganlah kamu khianat sekalipun dikhianat kepadamu”. (Dikeluarkan oleh Abu Dawud).
“Pinjaman yang tidak berkhianat tidak mengganti rugi dan orang yang menerima titipan yang tidak khianat tidak berkewajiban menganti kerugian”. (Riwayat Daruquthni).

F. Macam-macam Syirkah (perserooan), ijaroh dan ariyah.
a)        Syirkah
1.        Syirkah Inan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi konstribusi kerja (amal), dan modal.
2.        Syirkah Abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan kontribusi kerja (amal), tanpa memberikan kontribusi modal (amal), dapat berupa kerja pikiran (seperti tukang batu).
b)         Ijarah
Ijarah dapat dibagi dua hal yaitu:
1.        Ijarah ‘Ayan yaitu terjadinya sewa menyewa dalam bentuk benda atau binatang dimana orang yang menyewakan mendapat imbalan dari penyewa.
2.        Ijarah ‘Amal yaitu terjadinya perikatan tentang pekerjaan atau buruh manusia dimana pihak penyewa yang menyewakan.

c)         Ariyah.
1.        Ariyah Mutlaq yaitu pinjam meminjam barang yang dalam akadnya tidak dijelaskan persyaratan apapun.
2.        Ariyah Muqayyad adalah meminjamkan sesuatu barang yang dibatasi dari segi waktu dan pemanfaatnya baik isyarat keduanya maupun salah satunya.

G. Cara membatalkan  Syirkah (perserooan), ijaroh dan ariyah.
a). Syirkah (perserooan)
Cara mengakhiri Syirkah terjadi hal-hal berikut yaitu
1.        Salah satu pihak yang membatalkan mekipun tanpa perstujuan pihak yang lainnya sebab syirkah adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua belah pihak yang tidak ada kemestian untuk dilaksanakan apabilah salah satu pihak tidak menginginkannya lagi. Hal ini menunjukan pencabutan kerelaan syirkah oleh salah satu pihak
2.        Salah satu pihak yang kehilangan kecakapan untuk bertasahruf (keahlian mengolah harta), baik karena gila ataupun karena alasan lainnya.
3.        Salah satu pihak yang meninggal dunia tetapi apabila anggota syirkah lebih dari dua orang yang batal hanya yang meninggal itu saja. Syirkah akan terus berjalan terus menerus pada anggota yang masih hidup.
4.        Salah satu pihak dibawah pengampuh baik karena boros yang terjadi pada waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang lainnya.
5.        Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi saham syirkah.
6.        Modal anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah.

b). Ijarah         
Ijarah akan menjadi batal (faskh) bila ada hal-hal berikut:
1. Terjadinya cacat pada barang.
2. Rusaknya baranng yang disewakan.
3. Rusaknya barang yang diupahkan.
4. Terpenuhi manfaat yang diakadkan.
5. Berakhirnya waktu.
Menurut Hanafiyah boleh faskh ijarah dari salah satu pihak seperti yang menyewa toko untuk dagang kemudian dagangannya dicuri maka ia dibolehkan manfakshkan sewaan itu.

Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang sifat akad al-ijarah.sebagai berikut:
1.        Ulama Hanafiyah bependapat bahwa akad al-ijarah bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad seperti salah satu pihak wafat atau kehilangan kecakapan bertindak dalam hukum.
2.        Jumhur Ulama mngatakan bahwa akad ini bersifat mengikat kecuali cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan. Dan manfaat bisa diwariskan karena termasuk kedalam harta (al-Maal).
3.        Menurut ulama Hanafiyah: apabila sesorang yang meninggal maka akad terebut batal karena manfaat tidak bisa diwariskan.[5]

Menurut al-Kasani dalam kitab al-Badaa’iu ash-Shanaa’iu menyatakan bahwa akad al-ijarah berakhir bila ada hal-hal sebagai berikut:
1. Objek al-ijarah hilang atau musnah seperti rumah yang disewakan terbakar atau    kendaraan yang disewa hilang.
2. Tenggang waktu yang disepakati berakhir.
3. Wafatnya salah seorang yang berakad.
4. Apabila ada uzur dari salah satu pihak.

Menurut Sayyid Sabiq menyatakan bahwa akad al-ijarah berakhir bila ada hal-hal sebagai berikut:
1. Terjadinya cacat/rusak pada barang saat disewakan.
2. Rusaknya barang yang diupahkan.
3. Telah terpenuhi manfaat yang telah disepakati.
4. Menurut Hanafi  salah satu pihak boleh membatalkan jika ada kejadian-kejadian diluar kendali seperti terkena bencana.

Jika ijarah telah berakhir penyewa berkewajiban mengembalikan barang sewaan, jika barang itu dapat dipindahkan, ia wajib menyerahkanya kepada pemiliknya dan jika bentuk barang sewaannya adalah benda tetap, ia wajib mengembalikan dalam keadaan kosong, jika barang sewaan itu tanah maka ia wajib menyerahkannya kepada pemiliknya dalam keadaan kosong dari tanaman kecuali bila ada kesulitan untuk menghilangkannya.
Mazhab Hanbali brpendapat bahwa ketika ijarah telah berakhir, penyewa harus mengembalikan barang sewaannya dan tidak ada kemastian untuk mengembalikan untuk menyerahterimanya seperti barang titipan.[6]

c). Ariyah (pinjaman)
1. Tidak ada bukti ataupun sanksi.
2. Pinjaman dilakukan tanpa benar-benar dibutuhkan.
3. Adanya niat buruk dari sipemberi hutang.
4. Memperlama membayar hutang mskipun dia sudah mampu untuk membayarnya.























BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Secara bahasa kata syirkah berarti al-ikhtilath (percampuran) dan persekutuan. Yang dimaksud dengan percampuran disini adalah sesaorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain
Secara etimologi al-ijarah berasal dari kata al-Ajru yang berarti al-Iwadh/ pergangtian, dari sebab itulah ats-Tsanabu dalam konteks pahala dinamai juag al-Ajru/upah. Ijarah adalah perjanjian yang tetap untuk memanfaatkan sesuatu dalam waktu tertentu.
Menurut bahasa ariyah berarti memberi manfaat tanpa imbalan, sedangkan menurut  Syara ialah memberi manfaat dari sesuatu yang halal dimanfaatkan kepada orang lain,



B.          SARAN
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca apabila ada saran maupun kritik yang ingin disampaikan pada saya silahkan sampaikan kepada saya. Apabila ada kesalahan saya mohon maaf dan dimaklumi, karena saya adalah manusia dan hamba Allah yang tidak luput dari kekurangan maupun kesalahan.











DAFTAR PUSTAKA

Al-Jazairi Abu Bakr Jair , 1976, Pedoman hidup Muslim, Jakarta: PT, Pustaka Lintera Antar  Nusa.

Umar Anshori , 1986  Fiqih Wanita, Semarang: CV. ASY-Syifa.

ash Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi,2001 Pengantar Fiqih Muamalah. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.

Suhendi Hendi , Fiqih Muamalah,1997.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sinaga Ali Imran,2009, Fikih, Medan: Cita Pustika.

Ibnu Rusyd, 2002, Bidayatul Mujtahid, Jakarta: Pustaka Amani.




[1] Abu Bakr Jair Al-Jazairi, Pedoman hidup Muslim, (Jakarta: PT, Pustaka Lintera Antar Nusa, 1976), hlm. 589-590
[2] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hlm , 61
[3] Anshori Umar, Fiqih Wanita, (Semarang: CV. ASY-Syifa, 1986 )., hlm, 511

[4] Teungku Muhammad Hasbi  ash Shiddieqy, Pengantar Fiqih Muamalah. (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra., 2001), hlm 428-433.
[5] Ali Imran Sinaga, Fikih, (Medan: Cita Pustika, 2009), hlm 181-186.
[6] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Raja  Grafindo Persada, 2016), hlm, 113

Komentar

  1. Assalamu alaikum wr.wb coba saudari jelaskan jika sipeminjam meminjam tanah kosong dan sipeminjam menanam sawit jdi apakah sipeminjam ini harus mengembalikan tanah kosong sesuai yang dengan yang dia pinjam. sekian wassalamu alaikum wr.wb

    BalasHapus
  2. Assalamualaikum.
    Coba pemakalah jelaskan secara rinci tentang syirkah, ijaroh, dan ariyah dan berikan masing masing contohnya
    Terimakasi
    Wassalamualaikum

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proses Perencanaan.