Bank, Riba dan Rente



MAKALAH FIQIH MUAMALAH TENTANG BANK, RIBA DAN RENTE
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:

Nama: 1. Ade Sri Wulan Pane
2. Muslim Bukhori
3. Sri Mawar Harahap
Jurusan:           KPI-V
DOSEN PENGAMPUH:
Zilfaroni, S.Sos.I.,M.A


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
IAIN PADANGSIDIMPUAN
T.A 2017/2018

KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT, shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya Saya mampu menyelesaikan tugas makalah ini untuk  memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqih Muamalahdan lebih lanjut semoga makalah ini dapat memberi manfaat serta menambah  pengetahuan.
 Dalam penyusunan tugas atau makalah ini, tidak sedikit hambatan yang saya hadapi.  Namun, saya menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain  berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dosen mata kuliah Fiqih Muamalah serta teman – teman kami khususnya di KPI, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui materi mengenai Bank, Riba dan Rente yang kami sajikan berdasarkan pengetahuan dari berbagai sumber informasi serta referensi. Makalah ini di susun  dengan berbagai rintangan,  baik itu yang datang dari diri kami maupun yang datang dari luar. Namun, dengan  penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa/I khususnya di KPI. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta masukannya demi perbaikan  pembuatan makalah di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari  para pembaca.


Padangsidimpuan, 12 Desember 2017

Penulis



DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................................   i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................  ii
BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang ...............................................................................................  1
B.       Rumusan Masalah ..........................................................................................  1
C.       Tujuan .............................................................................................................  1
BAB II PEMBAHASAN
A.           Bank.................................................................................................................  2
B.           Riba..................................................................................................................  6
C.           Rente...............................................................................................................  12
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................  16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................  17



















BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dewasa ini, dalam kehidupan modern keberadaan bank ternyata sudah menjadi kebutuhan yang penting bagi masyarakat luas. Mulai dari yang menabung, yang meminjam uang dan sampai kepada yang menggunakan jasanya untuk mentransfer uang dari satu kota atau negara kekota atau negara lain
Mengenai perbankan ini sebenaroya sudah dikenal kurang lebih 2500 sebelum masehi di Mesir Purba dan Yunani dan kemudian oleh bangsa Romawi.Perbankan modern berkembang di Itali pada abad pertengahan yang dikuasai oleh beberapa keluarga untuk membiayai ke-Pausan dan perdagangan wol.Selanjutnya berkembang pesat pada abad ke-18 dan 19.
Sesuai dengan fungsinya bank-bank terbagi kepada bank primer, yaitu bank sirkulasi yang menciptakan uang dan bank sekunder, yaitu bank-bank yang tidak menciptakan uang, juga tidak dapat memperbesar dan memperkecil arus uang, seperti bank-bank umum, tabungan, pembiayaan usaha dan pembangunan. Dalam topik ini, ada tiga  masalah yang akan dibahas, yaitu bank, riba  dan rente

2. Rumusan Masalah
1. Apa saja tentang Bank?
2. Apa saja tentang Riba?
3. Apa saja tentang Rente?
4. Bagaimana hokum bank, riba dan rente dalam Islam?

3. Tujuan  
Makalah ini dibuat dengan tujuan agar mahasiswa/i khususnya di KPI-1 semester 3 dapat lebih memahami materi-materi dalam mata kuliah Fiqih Muamalah tentang Bank, Riba dan Rente khususnya mengenai hukum Islam.




BAB II
PEMBAHASAN

  1. Bank
  1. Pengertian Bank
Dalam esiklopedia Indonesia, bank atau perbankan adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lalu lintas pembayaran serta peredaran uang dengan tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau orang lain. Jadi arti penting yaitu sebagai perantara kredit dan menciptakan uang. Bank memiliki fungsi yaitu bank primer yaitu bank sirkulasi menciptakan uang dan bank sekunder yaitu bank yang tidak menciptakan uang juga tidak memperluas dan memperkecil arus uang, seperti bank tabungan, pembiayaan usaha dan pembangunan.[1]
  1. Macam-macam Bank yaitu :
a.         Bank Konvensional (bank non Islam) yaitu lembaga keuangan yang fungsi utamanya untuk menghimpun dana yang kemudian disalurkan kepada orang atau lembaga yang membutuhkannya guna investasi (penanaman modal).
b.        Bank Islam adalah suatu lembaga yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada orang atau lembaga yang membutuhkannya dengan sistem tanpa bunga, contoh Bank Muamalah. Tujuannya untuk menghindari bunga uang yang diberlakukan oleh bank konvesional.[2]
Perbedaan dari kedua jenis bank ini adalah bank konvesional memakai sistem bunga sedangkan bank Islam tidak memakai sistem bunga. Untuk menggantikan bunga dalam bank Islam yaitu:
a. Wadiah yaitu titipan uang, barang, dan surat-surat berharga. Dengan cara menerima deposito berupa uang benda dan surat berharga sebagai amanat yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank.
b. Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dan pelasana) dengan ini bank dapat menambah modal kepada pelaksana (perusahaan) dengan perjanjian yang sudah ditententukan.
c. Musyarakah/syirkah (prsekutuan) adalah pihak bank dan pengusaha sama-sama mempunyai andil (saham) pada usaha patungan dan menanggung untung dan rugi bersama.
d. Murabahan (jual beli barang dengan tambahan harga atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur), dengan syarat bahwa pihak bank harus memberikan informasi selengkapnya kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan keuntungannya bersihnya dari untung ruginya.
e. Qard hasan (pinjaman yang baik) yaitu memberikan pinjaman tanpa bunga pada nasabah yang baik terutama memiliki deposito.
f. Bank Islam boleh mengelolah zakat dinegara yang pemerintahannya tidak mengelolah zakat secara langsung.
g. Membayar gaji para pegawai bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah untuk sarana dan prasarana yang disediakan oleh bank dan biaya administrasi pada umumnya.[3]
  1. Bunga Bank
Jumhur (mayoritas/kebanyakan) Ulama’ sepakat bahwa bunga bank adalah riba, oleh karena itulah hukumnya haram. Pertemuan 150 Ulama’ terkemuka dalam konferensi Penelitian Islam di bulan Muharram 1385 H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir menyepakati secara aklamasi bahwa segala keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua merupakan praktek riba yang diharamkan termasuk bunga bank. Berbagai forum ulama internasional yang juga mengeluarkan fatwa pengharaman bunga bank, yaitu:
1.        Majma’al Fiqh al-Islamy, Negara-negara OKI yang diselenggarakan di Jeddah pada tanggal 10-16 Rabi’ul Awal 1406 H/22 Desember 1985;
2.        Majma’ Fiqh Rabithah al’Alam al-Islamy, Keputusan 6 Sidang IX yang diselenggarakan di Makkah, 12-19 Rajab 1406 H;
3.        Keputusan Dar It-Itfa, Kerajaan Saudi Arabia, 1979;
4.        Keputusan Supreme Shariah Court, Pakistan, 22 Desember 1999;
5.        Majma’ul Buhuts al-Islamyyah, di Al-Azhar, Mesir, 1965.

Walaupun Indonesia termasuk Negara dengan penduduk mayoritas muslim yang terlambat mempromosikan gagasan perbankan Islam, namun Majelis Ulama Indonesia (”MUI”) melalui Keputusan Fatwa Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga (Interest/Fa’idah) berpendapat:
a.       Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah, yaitu Riba Nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya.[4]
Pengertian Bunga Bank
Bunga adalah sejumlah uang yang dibayar atau tambahan untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau proesentase modal yang berkaitan dengan itu dan bisa dinamakan suku bunga modal. Sedangkan bank adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah simpan-pinjam, memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang, dengan tujuan memenuhi kredit dengan modal sendiri atau orang lain.[5]
Banyak pendapat dan tanggapan di kalangan para ulama ahli fikih klasik maupun kontemporer tentang apakah bunga bank sama dengan riba atau tidak. 
a. Lajnah Bahsul Masa’il Nahdlatul Ulama
Mengenai bank dan pembungaan uang, Lajnah memutuskan masaalah tersebut melalui beberapa kali siding. Menurut Lajnah, hokum bank dan hokum bunganya sama seperti hokum gadai. Terdapat tiga pendapat ulama sehubungan dengan masalah ini.
-       Haram, sebab termasuk utang yang dipungut rente
-       Halal, sebab tidak ada syarat pada waktu akad, sedangkan adat yang berlaku tidak dapat begitu saja dijadikan syarat.
-       Syubhat (tidak tentu halal-haramnya), sebab para ahli hokum berselisih pendapat tentangnya
Meskipun ada perbedaan pandangan, Lajnah memutuskan bahwa (pilihan) yang lebih berhati-hati ialah oendapat pertama, yakni menyebut bunga bank adalah haram. Akan tetapi, menyadari bahwa warga NU merupakan potensi yang sangat besar dalam pembanguna nasional dan dalam kehidupan social ekonomi, diperlukan adanya suatu lembaga keuangan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan keyakinan warga NU. Karenanya. Lajnah memandang perlu mencari jalan keluar menentukan system perbankan yang sesuai dengan hokum Islam, yakni bank tanpa bunga. [6]
b.  Majlis Tarjih Muhammadiyah
Majlis Tarjih telah mengambil keputusan mengenai hukum ekonomi, meliputi masalah perbankan keuangan secara umum. Majelis Tarjih Sidoarjo (1968) memutuskan:
Bunga yang diberikan bank-bank milik negara pada para nasabah atau sebaliknya yang salami ini berlaku, termasuk perkara musytabihat.[7]
Penjelasan keputusan ini menyebutkan bahwa bank negara secara kepemilikan dan misi yang diemban, sangat berbeda dengan bank swasta. Tingkat suku bunga bank pemerintah pada saat itu relative lebih rendah dari suku bunga bank swasta nasional. Meskipun demikian, kebolehan bunga bank negara ini masih terhgolong Musytabihat (meragukan).[8]
c. Mufti Negara Mesir
Keputusan Kantor Mufti Mesir konsisten sejak tahun 1900 hingga 1989 menetapkan haramnya bunga bank dan mengkategorikannya sebagai riba yang diharamkan.[9]
d. Konsul Kajian Islam
Ulama-ulama besar dunia yang terhimpun dalam lembaga ini telah memutuskan hukum yang tegas terhadap bunga bank sebagai riba.Ditetapkan bahwa tidak ada keraguan atas keharaman praktek pembungaan uang seperti yang dilakukan bank-bank konvensional. Di antara 300 ulama yang tergabung dalam Konsul Kajian Islam ini tercatat nama seperti Syeikh Al-Azhar, Prof. Abu Zahra, Prof. Abdullah Draz, Prof. Dr. Mustafa Ahmad Zarqa’, Prof. Dr. Yusuf Al-Qardlawi. Konferensi ini juga dihadiri oleh para bankir dan ekonom dari Amerika, Eropa dan dunia Islam.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz mengatakan, “Aku dapati di dalam upaya untuk menghalalkan riba yang diharamkan Allah dengan metode-metode yang kacau, hujjah-hujjah yang lemah, dan syubhat-syubhat yang terbantah. Sesungguhnya perekonomian muslimin telah kukuh berabad-abad yang telah lewat, lebih dari tiga belas abad tanpa memakai sistem perbankan dan tanpa menggunakan manfaat-manfaat ribawi.Sungguh kekayaan mereka berkembang baik, dan muamalah mereka kukuh.Mereka telah meraih keberuntungan yang banyak, harta melimpah melalui saran muamalah-muamalah yang syar’i.Allah telah menolong generasi pertama atas musuh-musuh mereka sehingga mereka menguasai sebagian besar wilayah dunia. Ketika itu mereka menjadikan syariat Allah sebagai hokum, dan tidak ada sistem perbankan di masa mereka dan mereka tidak memakai manfaat-manfaat ribawi.”
Prof.Dr.Yusuf Qaradhawi berkata bahwa perkataan sebagian orang dan Ulama yang melakukan justifikasi atas kehalalan sistem bunga bank konvensional dengan berdalih bahwa riba yang diharamkan Allah dan Rasul Nya, adalah jenis yang dikenal sebagai bunga konsumtif saja, tidak dapat dibenarkan.Sebenarnya tidak ada perbedaan di kalangan ahli syariah pun sepanjang tiga belas abad yang silam. Ini jelas merupakan pembatasan terhadap nash-nash yang umum berdasarkan selera dan asumsi belaka.[10]

  1. Riba
1.      Pegertian Riba.
Secara bahasa, riba berarti tambahan dari pokoknya. Dalam istilah hukum Islam, riba berarti tambahan baik berupa tunai, benda, maupun jasa yang mengharuskan pihak pemimpan untuk membayar selain jumlah uang yang dipinjamkan kepada pihak yang meminjamkan pada hari jatuh waktu mengembalikan uang pinjaman itu. Riba semacam ini disebut dengan riba nasiah. Dalam Surah Ali Imran ayat 130
   ۖ  وَاتَّقُوااللّٰهَلَعَلَّكُمْتُفْلِحُوْنَ ۚيٰۤـاَيُّهَاالَّذِيْنَاٰمَنُوْالَاتَأْكُلُواالرِّبٰٓوااَضْعَافًامُّضٰعَفَةً
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
Riba menurut bahasa, riba memiliki beberapa pengertian, yaitu:
1.    Bertambah, karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangkan.
2.    Berkembang, berbunga, karena salah satu perbuatan riba adalah membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain.
3.    Berlebihan atau menggelembung.[11]
Sedangkan menurut terminologi syara’, riba berarti: “Akad untuk satu ganti khusus tanpa diketahui perbandingannya dalam penilaian syariat ketika berakad atau bersama dengan mengakhirkan kedua ganti atau salah satunya.” [12]
  1. Macam-macam Riba.
Menurut Satria Efendi, riba nasi adalah tambahan pembayaran atas jumlah modal yang disyaratkan lebih dahulu yang harus dibayar oleh sipeminjam kepada yang meminjam tanpa risiko sebagai imbalan dari jarak waktu pembayaran yang diberikan kepada sipemimjam.[13]
a.       Riba nasiah adalah pertukaran barang yang ditangguhkan pemgambilannya dengan memberikan tambahan dari modal, ini terjadi dalam hutang piutang, oleh karena itu disebut juga dengan riba duyun (riba jahiliyah), sebab masyarakat Arab sebelum Islam telah dikenal melakukan suatu kebiasaan membebankan tambahan pembayaran atau semua jenis pinjaman yang dikenal sebutan  riba. Yaitu riba yang terjadi karena adanya konpensasi atas penundaan pembayaran. Riba nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, maupun tambahan antara yang di serahkan saat ini dengan yang akan di serahkan kemudian. Penambahan itu dilakukan hanya berdasarkan perubahan waktu tanpa memperhatikan kriteria untung muncul bersama resiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha yang muncul bersama biaya (al kharaj bi dhaman). Dalam perbankan konvensional, riba nasi’ah dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan, giro, dan lain-lain.
Contoh: Alpi pinjam uang kepada Lisa sebesar Rp 100.000 dengan tempo 1 bulan jika pengembalian lebih satu bulan maka ditambah Rp 1.000
b.      Riba Jali (qath’i) adalah sebab dan jelas dan pasti diharamkannya oleh al-Qur’an. Contoh: Vna memeberikan pinjaman pada Zia sebasar Rp 500.000 dan wajib mengembalikan sebesar Rp 700.000 saat jatuh tempo dan kelebihan uang ini tidak jwlas untuk apa.
c.       Riba fadhal ialah riba yang kedudukannya sebagai penunjang diharamkan riba nasiah yang jelas keharamannya. Misalnya antara emas dengan emas dan beras dengan beras. Riba fadhal disebut juga riba buyu’, yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis, namun dengan kadar dan takaran yang berbeda baik di tinjau dari segi kualitas (mitslan bi mitslin), kuantitas (sawaan bi sawaain), dan penyerahan yang tidak dilakukan secara tunai (yadan bi yadin). Pertukaran seperti ini mengandung gharar, yaitu ketidakjelasan bagi kedua pihak akan nilai masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan tindakan dzalim terhadap salah satu pihak, kedua pihak, dan pihak-pihak lain. Contoh: Tio dan Yoi sedang melakukan transaksi jual beli motor, Tio menawarkan motornya kepada Yoi dengan harga Rp 13.000.000 jika dibeli secara tunai namun jika kredit menjadi seharga Rp 15.000.000 hingga sampai akhir akhir ransaksi tidak adanya keputusan mengenai harga.
d.      Riba jahiliyah adalah utang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman, karena si peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan. Riba jahiliyah dilarang karena terjadi pelanggaran kaidah “kullu qardin jarra manfa’atan fahua riba” (setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba). Memberi pinjaman adalah transaksi kebaikan tidak boleh diubah menjadi transaksi yang bermotif bisnis. Dalam perbankan konvensional riba jahiliyah dapat ditemui dalam pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit yang tidak dibayar penuh tagihannya.
Ada beberapa pengertian riba menurut para ahli :
a.       Menurut Imam Ar-Razi dalam tafsir Al-Qur’an, riba adalah suatu perbuatan mengambil harta kawannya tanpa ganti rugi, sebab orang yang meminjamkan uang 1000 rupiah mengganti dengan 2000 rupiah, maka ia mendapat tambahan 1000 rupiah tanpa ganti.
b.      Menurut Mughni Muhtaj oleh Syarbini, riba adalah suatu akad atau transaksi atas barang yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut syariat atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi objek akad atau salah satunya.
c.       Menurut Al-Jurnaini merumuskan definisi riba yaitu kelebihan atau tambahan pembayaran tanpa ada ganti atau imbalan yang disyariatkan dari salah seorang bagi dua orang yang membuat akad.
d.      Menurut Ijtima Fatwa Ulama Indonesia, riba adalah tambahan tanpa imbalan yang terjadi karena penanggungan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya atau biasa disebut dengan riba nasi’at.
e.       Menutur Al-mali, riba adalah akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui perimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduannya.
f.       Menurut Abdurrahman al-jaziri, riba adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut aturan syara’ atau terlambat salah satunya.
g.      Menurut Syaikh Muhammad Abduh, riba adalah penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.
h.      Menurut Al-farabi, riba adalah setiap keuntungan yang bukan berasal dari tambahan akibat berproduksi (ikhtiar), berdagang produktif (ghurmi) dan memberikan jasa (dhaman).
i.        Menurut syafi’iyah, riba adalah akad atas ‘iwadh (penukaran) tertentu yang tidak diketahui persamaanya dalam ukuran syara’ pada waktu akad atau dengan mengakhirkan (menunda) kedua penukaran tersebut atau salah satunya
Al-Qur’an surah ar-Ruum ayat 39.
ۚ  وَمَاۤاٰتَيْتُمْمِّنْزَكٰوةٍتُرِيْدُوْنَوَجْهَاللّٰهِفَاُولٰٓئِكَهُمُالْمُضْعِفُوْنَوَمَاۤاٰتَيْتُمْمِّنْرِّبًالِّيَرْبُوَاۡفِيْۤاَمْوَالِالنَّاسِفَلَايَرْبُوْاعِنْدَاللّٰهِ
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).
Hadis tentang Riba Di antaranya adalah:
أَخْبَرَنِي عَوْنُ بْنُ أَبِي جُحَيْفَةَ قَالَ رَأَيْتُ أَبِي اشْتَرَى حَجَّامًا فَأَمَرَ بِمَحَاجِمِهِ فَكُسِرَتْ فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الدَّمِ وَثَمَنِ الْكَلْبِ وَكَسْبِ الأَمَةِ وَلَعَنَ الْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ وَآكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَلَعَنَ الْمُصَوِّرَ
Diriwayatkan oleh Aun bin Abi Juhaifa, “Ayahku membeli seorang budak yang pekerjaannya membekam (mengeluarkan darah kotor dari kepala),ayahku kemudian memusnahkanperalatan bekam si budak tersebut. Aku bertanya kepada ayah mengapa beliaumelakukannyaAyahku menjawab, bahwa Rasulullah e melarang untukmenerima uang dari transaksi darah, anjing, dan kasab budak perempuan, beliau juga melaknat pekerjaanpentato dan yang minta ditato, me-nerima dan memberi riba serta beliau melaknat para pembuat gambar.” (H.R. Bukhari no. 2084 kitab Al Buyu)
أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِي اللَّه عَنْهم قَالَ جَاءَ بِلالٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِتَمْرٍ بَرْنِيٍّ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَيْنَ هَذَا قَالَ بِلالٌ كَانَ عِنْدَنَا تَمْرٌ رَدِيٌّ فَبِعْتُ مِنْهُ صَاعَيْنِ بِصَاعٍ لِنُطْعِمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ أَوَّهْ أَوَّهْ عَيْنُ الرِّبَا عَيْنُ الرِّبَا لا تَفْعَلْ وَلَكِنْ إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَشْتَرِيَ فَبِعِ التَّمْرَ بِبَيْعٍ آخَرَ ثُمَّ اشْتَرِهِ
Diriwayatkan oleh Abu Said Al Khudribahwa pada suatu ketika Bilal membawa barni (sejenis kurma berkualitas baik) ke hadapan Rasulullah e dan beliaubertanya kepadanya, “Dari mana engkau mendapatkannya?” Bilal menjawab, “Saya mem-punyai sejumlah kurma dari jenis yang rendah mutunya dan menukar-kannya dua sha’ untuk satu sha’ kurma jenis barni untuk dimakan oleh Rasulullah “, selepas itu Rasulullahe terus berkata, “Hati-hati! Hati-hati! Ini sesungguhnya riba, ini sesungguhnyariba. Jangan berbuat begini, tetapi jika kamu membeli (kurma yang mutunya lebih tinggi), juallah kurma yangmutunya rendah untuk mendapatkan uang dan kemudian gunakanlah uang tersebut untuk membeli kurma yang bermutu tinggi itu.” (H.R. Bukhari no. 2145, kitab Al Wakalah)
a.       Riba Qard yaitu yang mengisyaratkan penambahan pembayaran bagi orang yang berhutang.
b.      Riba Yad adalah berpisahnya kedua (pembeli dan penjual) yang berakad sebelum melakukan ijab qabul tetapi uang dan barangnya sudah saling terima.


  1. Hikmah keharaman Riba.
Menurut Yusuf Qardhawi yaitu:
a.        Riba berarti mengambil harta orang lain tanpa hak.
b.      Riba dapat melemahkan kreativitas manusia untuk berusaha atau bekerja, sehingga manusia melalaikan perdangannya.
c.        Riba menghilangkan nilai kebaikan dan keadilan dalam hutang, keharaman ribah menyucikan jiwa dari lintah darat.
d.      Biasanya orang yang memberi hutang adalah orang kaya dan orang yang berutang adalah orang miskin, dan mengambil keuntungan dari orang miskin sangat bertentangan dengan sifat rahmat Allah.
Menurut Sayyid Sabiq yaitu:
c.       Menimbulkan permusuhan dan menghilangkan semangat tolong menolong.
d.      Riba akan melahirkan mental pemboros yang tidak mau bekerja.
e.       Riba salah satu cara menjajah.
f.       Islam menghimbau agar sekiranya memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan.[14]
  1. Hukum Bunga Riba ada empat kelompok yaitu:
a.        Kelompok Muharrimun menyatakan bahwa hukum riba haram secara mutlak.
b.      Kelompok yang mengharamkan jika bersifat konsumtif.
c.        Kelompok Muhalliun yaitu kelompok yang menghalalkan riba.
d.      Kelompok yang menganggapnya syubhat.


  1. Rente
  1. Pengertian Rente
   Dilihat dari segi bahasa berasal dari bahasa belanda, yang berarti bunga. Adapun secara terminologi ialah keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan bank karena jasanya meminjamkan uang untuk melancarkan perusahaan orang yang meminjam.Adapun pengertian rente menurut para ahli yaitu:
a.       Fuad Muhammad Fachruddin menyebutkan bahwa rente ialah keuntungan yang diperoleh perusahaan bank, karena jasanya meminjamkan uang untuk meancarkan perusahaan orang yang meminjam.Berkat bantuan bank yang meminjamkan uang kepadanya, perusahaannya bertambah maju dan keuntungan yang diperolehnya juga bertambah banyak.[15]
b.      Menurut Fachruddin, bahwa rente yang dipungut oleh bank itu haram hukumnya. Sebab, pembayarannya lebih dari uang yang dipinjamkannya.Sedangkan uang yang lebih dari itu adalah riba, dan riba itu haram hukumnya. Kemudian dilihat dari segi lain, bahwa bank itu hanya tahu menerima untung, tanpa resiko apa-apa. Bank meminjamkan uang, kemudian rentenya dipungut, sedang rente itu semata-mata menjadi keuntungan bank yang sudah ditetapkan keuntungannya.Pihak bank tidak mau tahu apakah orang yang meminjam uang rugi atau untung.[16]
c.       Rentenir berasal dari kata rente,  yang berarti bunga. Dalam  Kamus Besar Bahasa  Indonesia,  rentenir berarti orang yang mencari nafkah dengan membungakan uang; tukang riba; pelepas uang; lintah darat.
d.      Rentenir atau sering juga disebut tengkulak adalah orang yang memberi pinjaman uang tidak resmi atau resmi dengan bunga tinggi. Pinjaman ini tidak diberikan melalui badan resmi, misalnya bank, dan bila tidak dibayar akan dipermalukan atau dipukuli.
e.       Menurut Al Jurjanji adalah kelebihan atau tambahan pembayaran tanpa ada ganti atau imbalan yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang membuat akad.[17]
Sedikitnya ada dua praktek riba yang berkembang saat ini:
Pertama: Rentenir; Praktek riba seperti ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat kita, terutama di daerah-daerah tertentu. Semua ulama sepakat mengharamkan praktek riba tersebut karena dianggap sama persis dengan praktek riba yang berkembang di kalangan masyarakat Jahiliyah dulu, yang kemudian diharamkan oleh Islam. Unsur “menzhalimi” yang terkandung dalam praktek ini sangat kentara. Sebab, hutang yang awalnya hanya Rp. 300 juta bisa saja menjadi Rp. 500 juta atau –bahkan- lebih bila orang yang berhutang tidak segera melunasinya.
Kedua: Bunga bank; Meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum bunga bank, apakah termasuk katagori riba ataukah tidak, “Pembahasan mengenai hukum bunga bank sangat berkaitan dengan pembahasan tentang riba dalam Islam. Pada prinsipnya, para ulama sepakat bahwa hukum riba adalah haram, sesuai dengan firman Allah swt. dalam QS. Al-Baqarah (2): 275: ”Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Hanya saja, para ulama berbeda pendapat apakah bunga bank termasuk riba yang diharamkan tersebut ataukah tidak? Munculnya perbedaan pendapat tersebut disebabkan karena sistem perekonomian perbankan belum ada pada zaman dulu, apalagi pada zaman Rasulullah saw.. Bahkan, pembahasan tentang bunga bank itu sendiri baru dapat ditemukan dalam literatur-literatur fiqih kontemporer.

Wahbah az-Zuhali, seorang pakar fiqih asal Syria, berpendapat bahwa bunga bank termasuk riba yang diharamkan oleh Islam. Wahbah az-Zuhaili mengatagorikan bunga bank sebagai riba an-nasii`ah karena –menurutnya- bunga bank itu mengandung unsur kelebihan uang tanpa imbalan dari pihak penerima, dengan menggunakan tenggang waktu. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah, Kairo. Para ulama yang tergabung dalam lembaga ini berpendapat bahwa meskipun sistem perekonomian suatu negara tidak bisa maju tanpa bank, namun karena sifat bunga itu merupakan kelebihan dari pokok utang yang tidak ada imbalan bagi orang yang berpiutang dan sering menjurus kepada sifat adh’aafan mudhaa’afatan (berlipat ganda) apabila utang tidak dibayar tepat waktu, maka lembaga ini pun menetapkan bahwa bunga bank termasuk riba yang diharamkan syara’.
Tetapi ada sebagian ulama yang mengaitkan keharaman riba tersebut dengan unsur azh-zhulm (penganiayaan atau penindasan).
Artinya, bila  pinjaman yang diberikan itu tidak menyebabkan orang lain merasa teraniaya atau tertindas maka ia tidak dikatagorikan sebagai riba yang diharamkan, meskipun dilakukan dengan sistem bunga. Di antara ulama yang berpendapat seperti itu adalah Muhammad Rasyid Ridha, seorang mufasir dari Mesir. Menurutnya, tidaklah termasuk ke dalam pengertian riba bila seseorang memberikan kepada orang lain harta (uang) untuk diinvestasikan sambil menetapkan kadar tertentu baginya dari hasil usaha tersebut. Hal ini disebabkan karena transaksi seperti itu menguntungkan kedua belah pihak.
Perbedaan bank, riba dan rente yaitu:
Rente adalah merupakan keuntungan yang di peroleh dari perusahaan jasa perbankan dan sejenisnya. Pihak jasa perbankan meminjamkan uang untuk melancarkan usaha dari orang yang meminjamnya. Maka atas jasanya bank ini mendapatkan  keuntungan yang layak dari uang yang di pinjamkan kepada pihak peminjam (debitur), keuntungan itulah yang di namakan rente. Sedangkan berapa keuntungan yang di peroleh pihak bank sudah di tentukan terlebih dulu.

Berbeda dengan Riba. tekniknya adalah hampir kepemerasan kepada orang ekonominya sedang terpuruk. Biasanya hal ini terjadi jika sepinjam atau orang yang berekonomi lemah sedang kebingungan membutuhkan dana tetapi tidak mempunyai jaminan. Praktek ribanya disini adalah dengan memberikan batas waktu yang singkat dan apabila tidak mampu dibayar lunas tepat waktu, maka pihak si pemberi dana menambah waktu lagi berikut menambah bunganya, hal ini terus dilakukan sebelum si peminjam mampu mambayar lunas, sehingga bunga lama semaklin lama semakin, dan pada akhirnya terjadi penyitaan barang milik si peminjan, bisa tanah, rumah atau hal lainnya.
Praktek ini pernah terjadi pada jaman Rasullalah, lalu turun firman Alqur’an yang mencela dan melarang praktek ini 

Dalam istilah buku fiqih riba semacam ini di namakan riba annasiah atau riba jahiliyah. Prakteknya menurut kitab fiqih dan tafsir, ialah: “ kamu bayar sekarang,atau kamu tambah? ”.jika tak sanggup membayar maka jumlah utangnya bertambah,tetapi hanya dalam perhitungan saja tanpa ada serah terima dalam bentuk apapun juga.
Bung Hatta pernah berpendapat serta mennggaris bawahi perbedaan rente dan riba dengan  Rente itu sifatnya produktif, yang artinya meminjam uang bukan untuk di makan melainkan untuk pengembangan usaha oleh si peminjam sebagai modal usahanya. adalah hak bagi bank yang meminjankan uang tersebut mendapat keuntungan pula dari pihak peminjam.
sedangkan Riba sifatnya konsumtif, Ia mengambil keuntungan dari seseorang yang meminjam saat perekonomiannya sedang lemah atau susah,
Mudah-mudahan artikel sederhana ini bisa bermanfaat

















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Bank menurut Undang-Undang Pokok Perbankan tahun 1967 adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang.Perekonomian suatu negara sangat ditentukan oleh stabilitas keuangan di negara yang tersebut.Dan salah satu lembaga keuangan yang paling menentukan lalu lintas perekonomian negara adalah bank.
Fuad Muhammad Fachruddin menyebutkan bahwa rente (bunga) ialah keuntungan yang diperoleh perusahaan bank, karena jasanya meminjamkan uang untuk meancarkan perusahaan orang yang meminjam.Berkat bantuan bank yang meminjamkan uang kepadanya, perusahaannya bertambah maju dan keuntungan yang diperolehnya juga bertambah banyak.Menurutnya, bahwa rente yang dipungut oleh bank itu haram hukumnya.Sebab, pembayarannya lebih dari uang yang dipinjamkannya.
Setelah diperhatikan, dalam garis besarnya ada empat pendapat yang berkembang dalam masyarakat mengenai masalah riba ini, yaitu:
1.      Pendapat yang mengharamkan,
2.      Pendapat yang mengharamkan bila bersifat konsumtif, dan tidak haram bila bersifat produktif,
3.      Pendapat yang membolehkan (tidak haram).
4.      Pendapat yang mengatakan syubhat.
Bunga bank ini termasuk riba, sehingga bunga bank juga diharamkan dalam ajaran Islam. Bedanya riba dengan bunga/rente (bank) yakni riba adalah untuk pinjaman yang bersifat konsumtif, sedangkan bunga/rente (bank) adalah untuk pinjaman yang bersifat produktif. Namun demikian, pada hakikatnya baik riba, bunga/rente atau semacamnya sama saja prakteknya, dan juga memberatkan bagi peminjam.

B.     Saran
Dalam bermuamalah alangkah lebih baiknya kita harus lebih berhati-hati dikhawatirkan ada uang yang hukumnya adalah riba dan hal tersebut haram hukumnya.



DAFTAR PUSTAKA

Dkk. Abdul Rahman,2010. Fiqih Muamalat,. Jakarta. PRENADAMEDIA GROUP.
Hafsah, FIQIH, 2011. Bandung. Cita Pustaka.
Hasan, M. Ali. 2003. Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Aibak Kutbuddin. 2009. Kajian Fiqih Kontemporer (Edisi revisi). Yogyakarta: Teras
Masjfuk Zuhdi, 1994, Masail Fiqhiyah edisi ke II,  Malang: PT TOKO GUNUNG AGUNG.
Ali Imran Sinaga, 2011. Fikih bagian petama, Bandung.  CITA PUSTAKA
H. Mahjuddin, 2012, Masail Al-Fiqh: Kasus-kasus aktual dalam hukum Islam, Jakarta. Kalam Mulia.
Suhendi, Hendi. 2006,Fiqih Muamalah, Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Abdul  Aziz  Muhammad  Azim, 2010, Fiqh Muamalat,  Jakarta. Amzah.
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah; dari Teori Ke Praktik, Jakarta: gema Insani Press, 2002.
Ahmad bin Abdul Aziz Al-Hamdana, Kepada Para Nasabah dan Pegawai Bank, Jakarta: Gema Insani Press, 1993.
Abdurrahman Kasdi, Masail Fiqhiyah; Kajian Fiqih atas Masalah-masalah Kontemporer, Kudus, Nora Media Enterprise, 2011.
Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah, Jakarta: Logos Publishing House, 1995.
Sarjono, Ahmad. 2008. Buku ajar Fiqh. Jakarta. CV.Sindunata.




[1] Abdul Rahman, dkk, Fiqih Muamalat, (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2010), hlm. 2015-223.
[2] Hafsah, FIQIH, (Bandung: Cita Pustaka, 2011), hlm. 105.
[3] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah edisi ke II, (Malang: PT TOKO GUNUNG AGUNG, 1994), hlm 102
[4] Ahmad bin Abdul Aziz Al-Hamdana, Kepada Para Nasabah dan Pegawai Bank, Jakarta: Gema Insani Press, 1993, hal. 75.
[5] Abdurrahman Kasdi, Masail Fiqhiyah; Kajian Fiqih atas Masalah-masalah Kontemporer, Kudus, Nora Media Enterprise, 2011, hal. 136.
[6] Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah; dari Teori Ke Praktik, hal. 63-64.
[7] Ibid, hal. 62
[8] Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah, Jakarta: Logos Publishing House, 1995, hal 50.
[9] Ibid, hal. 65.
[10] Ibid, hal. 66-67.
[11] Prof.Dr.H.Hendi Suhendi,Fiqih Muamalah,(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2005). hlm. 57
[12] Prof.Dr.Abdul Aziz Muhammad Azim, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010). Hlm. 216
[13] Ali Imran Sinaga, Fikih bagian petama, (Bandung : CITA PUSTAKA, 2011), hlm 153
[14] H. Mahjuddin, Masail Al-Fiqh: Kasus-kasus aktual dalam hukum Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2012, Hlm. 337-338
[15] Kutbuddin Aibak, M. HI, Kajian Fiqih Kontemporer, Yogyakarta: Teras, 2009, Hlm. 192
[16] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan M. Ali Hasan Jakarta: Raja Grafindo Persada 2003, Hlm. 75
[17] Sarjono, Ahmad.2008. Buku ajar Fiqh. Jakarta :CV.Sindunata, hlm 46

Komentar

  1. Assalamu'alaiku. Coba pemakalah jelaskan hukumnya jika menjadi seorang rentenir, dan bagaimana cara mengantisipasi maraknya rentenir dalam perspektif Islam. Terimakasih.

    BalasHapus
  2. Assalamu'alaiku. Coba pemakalah jelaskan hukumnya jika menjadi seorang rentenir, dan bagaimana cara mengantisipasi maraknya rentenir dalam perspektif Islam. Terimakasih.

    BalasHapus
  3. Assalamualaikum
    Coba pemakalah berikan contoh dari riba Qard dan riba Yad.
    Terimakasi
    Wassalamualaikum

    BalasHapus
  4. KABAR BAIK!!!

    Nama saya Aris Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu untuk Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran dimuka, tetapi mereka adalah orang-orang iseng, karena mereka kemudian akan meminta untuk pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, sehingga hati-hati dari mereka penipuan Perusahaan Pinjaman.

    Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya telah tertipu oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan digunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dan tingkat bunga hanya 2%.

    Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan, telah dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.

    Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda menuruti perintahnya.

    Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan bercerita tentang Ibu Cynthia, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia, Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening mereka bulanan.

    Sebuah kata yang cukup untuk bijaksana.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proses Perencanaan.

syirkah, ijarah, dan ariyah