Wakalah

MAKALAH FIQIH MUAMALAH TENTANG WAKALAH
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:

Nama: Ade Sri Wulan Pane
NIM: 1530100006
Jurusan: KPI-V

DOSEN PENGAMPUH:
ZILFARONI.S.Sos.M.A

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
IAIN PADANGSIDIMPUAN
T.A 2017/2018

KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Wakalah ini. Tujuan penulis menyusun makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqih Muamalah.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis berharap bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca.

Padangsidimpuan, 23 Desember 2017

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................. 1
Rumusan Masalah......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Wakalah...............................................................................   2
B.     Dasar Hukum.........................................................................................  3
C.     Rukun, syarat, dan macam-macam wakalah.........................................  8
D.    Hal-hal yang Boleh dan Tidak Boleh Diwakilkan.................................  9
BAB III PENUTUP                                                                                                 
          A.    Kesimpulan ..................................................................................  10
          B.     Saran ...........................................................................................  10
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................  11

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Manusia tidak mampu untuk mengerjakan segala urusannya secara pribadi dan membutuhkan orang lain untuk menggantikan yang bertindak sebagai wakilnya. Dan Ijma para ulama telah sepakat telah membolehkan wakalah, karena wakalah dipandang sebagai bentuk tolong-menolong atas dasar kebaika dan takwa yang diperintahkan oleh Allah SWT, dan Rasul-Nya. Firman Allah QS. Al-Maidah ayat 2 :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَاب.           
“Dan tolong-menolong lah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan takwa dan janganlah kamu tolong-menolong dalam mengerjakan dosa dan permusuhan dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya siksa Allah sangat pedih. Para ulama memberikan definisi wakalah yang beragam, diantaranya yaitu: Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa wakalah adalah, seseorang menempati diri orang lain dalam tasharruf (pengelolaan). Sedangkan Ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah bahwawakalah adalah seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain untuk dikerjakan ketika hidupnya.

B. Rumusan Masalah.
1.Apa itu pengertian wakalah?
2.Apa saja rukun, syarat dan macam-macam wakalah?
3.Bagaimana berakhirmya dan membatalkan wakalah?

C. Tujuan Penelitian
Untuk menjawab semua rumusan masalah, dan menambaha wawasan pembaca dan penulis. Terutama untuk jurusan Kpi-V.

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Wakalah
         Al Wakalah atau Al Wakilah atau At Tahwidh artinya penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Akadwakalah adalah akad pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal , pendelegasian dan pemberian mandat) seperti perkataan urusanku kepada Allah.
وكلت أمري إلى الله أي فوضته اليه
Artinya: “aku serahkan urusanku kepada Allah”.
Sebabnya adalah tidak semua hal dapat diwakilkan, contohnya shalat, puasa, bersuci, dan qishas. Wakalah berasal dari bahasa Arab artinya  makna dalam  bahasa  Indonesia adalah menyerahkan, mempercayakan Sedangkan wakalah menurut istilah, di antara para ulama ada beberapa pendapat, antara lain adalah :
1.Ulama Malikiyyah

“Seorang menggantikan (menempati) tempat yang lain dalam hal (kewajiban) dia yang mengelola pada posisi itu”.
2.Ulama Hanafiyyah

“Seseorang menempati diri orang lain dalam tasarruf (pengelolaan)”.
      3.  Ulama Syafi’iyyah

“Sesuatu ibarat seseorang menyerahkan sesuatu kepada yang lain untuk dikerjakan ketika hidupnya”.
      4. Ulama Hanabilah

“Adalah permintaan ganti seseorang yang membolehkan tasarruf yang seimbang pada pihak yang lain, yang di dalamnya terdapat penggantian dari hak-hak Allah dan hak-hak manusia”.
         5.  Abdurrahaman I. Doi.
“Wakalah adalah ketika seseorang menguasakan kepada orang lain untuk menggantikannya dalam memperoleh hak-hak sipil”
   Imam Taqy al-Din Abu Bakr Ibn Muhammad al-Husaini
تفويض ما له فعله مما يقبل النيا بة الى غيره ليحفظه فى حال حياته
Artinya: “menyerahkan suatu pekerjaan yang dapat digantikan kep[ada orang lain agar dikelola dan dijaga pada masa hidupnya”.
         6. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie
“Akad penyerahan kekuasaan dimana pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai gantinya untuk bertindak”.
        Dari dua definisi diatas dapat ditari kesimpulan bahwa wakalah adalah sebuah transaksi dimana seseorang menunjuk orang lain untuk menggantikan dalam mengerjakan pekerjaannya/perkaranya ketika masih hidup.
Dalam wakalah sebenarnya pemilik urusan (muwakkil) itu dapat secara sah untuk mengerjakan pekerjaannya secara sendiri. Namun, karena satu dan lain hal urusan itu ia serahkan kepada orang lain yang dipandang mampu untuk menggantikannya.  
Oleh karena itu, jika seorang (muwakkil) itu ialah orang yang tidak ahli untuk mengerjakan urusannya itu seperti orang gila atau anak kecil maka tidak sah untuk mewakilkan kepada orang lain. Contoh wakalah, seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk bertindak sebagai wali nikah dalam pernikahan anak perempuannya. Contoh lain seorang terdakwa mewakilkan urusan kepada pengacaranya.
B.  Dasar Hukum Wakalah
          Islam mensyari’atkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Tidak setiap orang mempunyai kemampuan atau kesempatan unutk menyelesaikan segala urusannya sendiri. Pada suatu kesempatan seseorang perlu mendelegasikan urusan tertentu kepada orang lain untuk mewakili dirinya. lafadz wakil muncul dalam al-Qur'an sekitar dua puluh empat kali dalam konteks dan makna yang berbeda yang inti pokoknya adalah seseorang yang bertanggungjawab untuk mengatur urusan orang lain.
Di antara ayat-ayat al-Qur'an yang menjadi landasan hukum wakalah adalah sebagai berikut :
1. Al-Qur’an
a. Salah satu dibolehkannya wakalah adalah firman Allah berkenaan dengan kisah Ashab al-Kahfi, dalam surat al-Kahfi ayat 19 :
          
Artinya : Dan demikianlah kami bangunkan mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Bekatalah salah seorang di antara mereka : “sudah berapa lamakah kamu berada (di sini ?) mereka menjawab : “kita berada (di sini) sehari atau setengah hari” Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik. Maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun. (Q. S. al-Kahfi : 19 ).
Dari ayat tersebut di atas menegaskan bahwa Allah telah mensyari’atkan wakalah karena manusia akan membutuhkannya. Sebab tidak semua manusia mempunyai kemampuan untuk menekuni segera urusannya sendiri, sehingga tetap membutuhan kepada pendelegasian mandat orang lain untuk melakukan sebagai wakil darinya.
b. Ayat lain adalah menjadi rujukan wakalah dalam surat Yusuf :
   
Artinya : Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan."(Q.S. Yusuf : 55).
c. Dalam menyelesaikan persengketaan dalam rumah tangga juga dianjurkan untuk menunjuk wakil dari kedua belah pihak sebagaimana firman Allah dalam al-Qur'an :
  
Artinya : Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga lakilakidan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu._ Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. al-Nisa : 35).
2. Hadits
        Selain al-Qur'an, ada beberapa hadits yang menjadi landasan wakalah. Diantaranya adalah:                        
Artinya : Bahwasanya Rasulullah Saw mewakilkan kepada Abu Rafi’i dan seorang Anshar untuk mewakili mengawini Maimunah binti al- Harits. (HR. Malik).                                                     
3. Ijma’
             Para ulama pun sepakat dengan ijma, bahwawakalah diperbolehkan. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunahkan dengan alasan bahwa hal tersebut merupakan jenis ta’awun (tolong-menolong) atas dasar kebaikan dan taqwa. Tolong-menolong diserukan oleh al-Qur'an dan disunnahkan oleh Rasul.
Hal tersebut sebagaimana firman Allah :

Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbiat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Q.S. al-Maidah : 2)
Sabda Rasulullah :

Artinya : “Dan Allah menolong hamba selama hamba menolong saudara”. (HR. Muslim).
Dalam perkembangan fiqih Islam, status wakalah terjadi perbedaan pendapat :
a)Pendapat pertama menyatakan bahwa nia’bah atau mewakili. Menurut pendapat ini si wakil tidak dapat menggantikan seluruh fungsi muwakil
b)Pendapat kedua menyatakan bahwa wakalah adalah wilayah, karena khilafah (menggantikan) di bolehkan untuk yang menyerahkan kepada yang lebih baik. Sebagaimana dalam jual beli, melakukan pemabayaran secara tuai lebih baik walaupun diperkenankan secara kredit.
C.  Rukun dan Ketentuan Syari’ah
1. Rukun wakalah adalah:
a.al muwakkil (orang yang mewakilkan/ melimpahkan kekuasaan);
b.al wakil ( orang yang menerima perwakilan);
c.al muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan).
2. Syarat-syarat sesuatu yang diwakilkan adalah:
a)Pekerjaan itu boleh digantikan oleh orang lain untuk mengerjkannya, maka sah mewakilka untuk mengerjakannya. Seperti ibadah puasa, sholat, membaca ayat Al-Qur’an hal ini tidak bisa diwakilkan.
b)Pekerjaan itu telah menjadi kepunyaan yang berwakil sewaktu dia berwakil. Oleh karna itu, tidak sah menjual barang yang belum dimilikinya.
c)Pekerjaan itu diketahui dengan jelas, maka batal mewakili barang yang masih samar. Seperti seseorang berkata ” aku jadikan engkau sebagai wakilku untuk mengawinkan salah seorang anakku”.
d.Sighat  (ucapan serah terima) :Sebuah akad wakalah dianggap syah apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Ada beberapa rukun yang harus dipenuhi dalam wakalah, yaitu:
1)Orang yang mewakilnya (muwakkil) syaratnya dia berstatus sebagai pemilik urusan/benda dan menguasainya serta dapat bertindak terhadap harta tersebut dengan dirinya sendiri. Jikamuwakkil itu bukan pemiliknya atau bukan orang yang ahli maka batal. Dalam hal ini, maka anak kecil dan orang gila tidak sah menjadi muwakkil karena tidak termasuk orang yang berhak untuk bertindak.
2)Wakil (orang yang mewakili) syaratnya ialah orang berakal. Jika ia idiot, gila, atau belum dewasa maka batal. Tapi menurut Hanafiyah anak kecil yang cerdas (dapat membedakan mana yang baik dan buruk) sah menjadi wakil alasannya bahwa Amr bin Sayyidah Ummu Salamah mengawinkan ibunya kepada Rasulullah, saat itu Amr masih kecil yang belum baligh.
Orang yang sudah berstatus sebagai wakil ia tidak boleh berwakil kepada orang lain kecuali seizin dari muwakkil pertama atau karena terpaksa seperti pekerjaan yang diwakilkan terlalu benyak sehingga tidak dapat mengerjakannya sendiri maka boleh berwakil kepada orang lain. Si wakil tidak wajib untuk menanggung kerusakan barang yang diwakilkan kecuali disengaja atau cara di luar batas.
3)Muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan), syaratnya:
a.Pekerjaan/urusan itu dapat diwakilkan atau digantikan oleh orang lain. Oleh karena itu, tidak sah untuk mewakilkan untuk mengerjakn ibadah seperti salat, puasa dan membaca al-Qur’an.
b.Pekerjaan itu dimiliki oleh muwakkil sewaktu akad wakalah. Oleh karena itu, tidak sah berwakil menjual sesuatu yang belum dimilikinya.
c.Pekerjaan itu diketahui secara jelas. Maka tidak sah mewakilkan sesuatu yang masih samar seperti “aku jadikan engkau sebagai wakilku untuk mengawini salah satu anakku”.
4)Shigat. Shigat hendaknya berupa lafal yang menunjukkan arti “mewakilkan” yang diiringi kerelaan dari muwakkil seperti “saya wakilkan atau serahkan pekerjaan ini kepada kamu untuk mengerjakan pekerjaan ini” kemudian diterima oleh wakil. Dalam shigat kabul si wakil tidak syaratkan artinya seandainya si wakil tidak mengucapkan kabul tetap dianggap sah.
E. Hal-hal yang Boleh dan Tidak Boleh Diwakilkan
        Pada hakekatanya semua yang menyangkut hal-hal mengenai muamalah boleh diwakilkan. Menurut Sayyid Sabiq bahwa semua akad boleh diakadkan sendiri oleh manusia, boleh pula ia wakilkan kepada orang lain. Sebagaimana dikemukakan di atas, dalam jual beli diberbolehkan seseorang mewakilkan orang lain untuk menjual atau membelikan sesuatu.                 
Dalam hal ini boleh tanpa adanya ikatan harga tertentu, namun harus menjual dengan harga pasar tidak boleh berspekulasi, kecuali bila penjualan tersebut diridhai oleh yang mewakilkan. Namun Abu Hanifah berpendapat bahwa wakil tersebut boleh menjual sebagaimana kehendak wakil itu sendiri.
Karena menurut Abu Hanifah mewakilkan itu sifatnya mutlaq. Namun bila yang mewakili tersebut sampai menyalahi aturan-aturan yang telah disepakati dan penyimpanan tersebut dapat merugikan pihak yang diwakili, maka tindakan tersebut adalah batil menurut pandangan mazhab Syafi’i sedangkan menurut Hanafi tindakan tersebut tergantung pada kerelaan orang yang mewakilkan.
          Ibadah bersifat badaniyah tidak boleh diwakilkan. Sedangkan dalam ibadah yang sifatnya pribadi tidak boleh diwakilkan, misalkan shalat dan puasa ramadhan. kecualai haji, menyembelih kurban, membagi zakat, puasa kifarat dan rakaat thawaf terakhir dalam haji menurut Imam Taqiyuddin dapat diwakilkan. Dalam hal qishas para ulama masih berselisih dapatkah diwakilkan. Abu Hanifah dalam hal ini tidak membolehkan, kecuali orang yang mewakilkan hadir.
Jika tidak hadir, tidak boleh, karena dialah yang berhak, jika ia hadir mungkin dapat dimaafkan karena itu ditangah ketidk jelasan ini pembayaran qishas tidak diperbolehkan. Sedangkan Imam Malik membolehkan sekalipun orang yang mewakilkan tidak hadir, pendapat ini juga didukung oleh Imam Syafi’i dan Imam Ahmad.

F. Hikmah Wakalah
    Hikmah yang bisa diambil dalam wakalah ada banyak sekali, di antaranya:
1.Menyambung dan mempererat tali silaturrahmi.
2.Meningkatkan kepekaan sosial.
3.Mempermudah dan membantu wakil sebagai orang yang membutuhkan.
4.Menjadikan pekerjaan menjadi lebih simpel.
5.Terciptanya sikap saling mempercayai satu sama lain

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
           Dari sekian banyak akad-akad yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia. Wakalah termasuk salah satu akad yang menurut kaidah Fiqh Muamalah, akad Wakalah dapat diterima. Pengertian Wakalah adalah sebuah transaksi dimana seseorang menunjuk orang lain untuk menggantikan dalam mengerjakan pekerjaannya/perkaranya ketika masih hidup.
1. Wakalah dapat diartikan sebagai akad pelimpahan kekuasaan atau wewenang oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal tertentu yang dapat diwakilkan dengan suatu akad tertentu pula.
2.  Pada hakekatanya semua yang menyangkut hal-hal mengenai muamalah boleh diwakilkan. Menurut Sayyid Sabiq bahwa semua akad boleh diakadkan sendiri oleh manusia, boleh pula ia wakilkan kepada orang lain.
3. Dalam akad Wakalah beberapa rukun dan syarat harus dipenuhi agar akad ini menjadi sah:
a.Orang yang mewakilkan (Al-Muwakkil)
b.Orang yang diwakilkan. (Al-Wakil)
c.Obyek yang diwakilkan.
d.Shigha

B. Saran
        Setelah diuraikannya makalah dengan pembahasan mengenai wakalah ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca sehingga ke depannya bisa menjadi sumber daya mansia yang mampu mengaplikasikan teori ini dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam melakukan kegiatan bermuamalah agar kegiatan tersebut sejalan dengan prinsip syari’ah dan memperoleh ridha dari Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA

Doi, Abdurrahman I. 2002.  Syari’ah the Islamic Law, (tarj.) Zaimudin dan Rusydi Sulaiman. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Munawir, Ahmad Warson. 1997.  al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, Yogyakarta: Pustaka
Suhendi, Hendi. 2002.  Fiqih Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers.
Abdul Rahman Ghazaly.2010. Fiqih Muamalat.Jakarta:Kencana.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proses Perencanaan.

syirkah, ijarah, dan ariyah