hutang, sulhu, dan hiwalah.docx

MAKALAH FIQIH
TENTANG  HUTANG PIUTANG, SULHU, DAN HIWALAH.
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
Nama          : Ade Sri Wulan Pane                    
Nim             : 1530100006            
Jur/Sem      : KPI/ V(LIMA)
Dosen pengampuh:
Zilfaroni, S.Sos.I.,M.A
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PADANGSIDIMPUAN
T.A. 2017/2018


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatu...
 Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah  ini dengan judul “hutang piutang, Sulhu, dan Hiwalah ”,serta tak lupa pula saya haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi kita Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahilia, dari zaman kebodohan menuju zaman yang sekarang ini yakni zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Makalah ini di persiapkan dan di susun untuk memenuhi tugas kuliah serta menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, di dalam makalah ini saya menyadari bahwa penulisanya masih sangat sederhana dan jauh dari kesempurnaan. Namun, besar harapan saya semoga makalah yang disusun ini bisa bermanfaat. Saya selaku penulis makalah ini dapat terselesaikan atas usaha keras saya dan bantuan rekan-rekan dalam diskusi untuk mengisi kekuranganya.
Dalam pembuatan makalah ini saya sangat menyadari bahwa baik dalam penyampaian maupun penulisan masih banyak kekurangannya untuk itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat saya harapkan untuk penunjang dalam pembuatan makalah saya berikutnya.
 Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh...



   Padangsidimpuan, 13 September 2017

     Penulis







DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................    i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................  ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................   1
         A. Latar Belakang......................................................................................................   1
         B. Rumusan Masalah.................................................................................................   2
         C. Tujuan.....................................................................................................................   2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................    3
        A. Pengertian hutang piutang, Sulhu, dan Hiwalah.................................................    3
        B. Rukun hutang piutang, Sulhu, dan Hiwalah........................................................   4
        C. Syarat hutang piutang, Sulhu, dan Hiwalah........................................................ 15
        D. Unsur hutang piutang, Sulhu, dan Hiwalah.........................................................
        E. Hukum hutang piutang, Sulhu, dan Hiwalah...................................................... 15
BAB III PENUTUP..............................................................................................................  16
   A. Kesimpulan.............................................................................................................  16
   B. Saran........................................................................................................................  16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 17















BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang.

B.     RUMUSAN MASALAH
Dari uraikan latar belakang diatas dapat ditarik beberapa rumusan masalah, sebagai berikut:
1. Apa pengertian hutang piutang, Sulhu, dan Hiwalah ?
2. Apa saja rukun, dan syarat Hutang piutang, Sulhu, dan Hiwalah  ?
3. Apa hukum hutang piutang, Sulhu, dan Hiwalah ?

C.    TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hutang piutang, Sulhu, dan Hiwalah.
a)        Hutang piutang.

b)        Sulhu.
Secara etimonogi, sulh  mengandung pengertian “memutus pertengkaran atau perselisihan”. Dalam pengertian terminologi, sulh  diartikan ebagai “suatu jenis akad (perjanjian) untuk mengakhiri perlawanan (perselisihan), antara dua orang yang berlawanan.” Secara bahasa, kata al- shulhu (  الصلح ) Berarti قطع التراع artinya: Memutus pertengkaran / perselisihan.[1]
Secara istilah (Syara’) ulama mendefinisikan shulhu sebagai berikut:
1.      Menurut Taqiy al- Din Abu Bakar Ibnu Muhammad al- Husaini
العَقْدُ الَّذِىْ يَنْقَطِعُ بِهِ خُصُوْمَةُ المُتَخَاصِمَيْنِ
Artinya: “ Akad yang memutuskan perselisihan dua pihak yang bertengkar (berselisih)”.
2.      Hasby Ash- Siddiqie dalam bukunya Pengantar Fiqih Muamalah berpendapat bahwa yang dimaksud al- Shulh adalah:
عَقْدُ يَتَّفِقُ فِيْهِ المُتَنَازِ عَانِ فِي حَقِّ عَلَى مَا يَرْتَفِعُ بِهِ النِّزَاعِ
“Akad yang disepakati  dua orang yang bertengkar dalam hak untuk melaksanakan sesuatu, dengan akad itu dapat hilang perselisihan”.

3.      Sayyid Sabiq berpenddapat bahwa yang dimaksud dengan al –Shulhu  adalah suatu jenis akad untuk mengakhiri perlawanan antara dua orang yang berlawanan.
            Dari beberapa definisi di atas maka dapat di simpulkan bahwa “Shulhu adalah suatu usaha untuk mendamaikan dua pihak yang berselisihan, bertengkar, saling dendam, dan bermusuhan dalam mempertahankan hak, dengan usaha tersebut dapat di harapkan akan berakhir perselisihan”. Dengan kata lain, sebagai mana yang di ungkapkan oleh Wahbah Zulhaily shulhu adalah ”akad untuk mengakhiri semua bentuk pertengkaran atau perselisihan”
            Di dalam buku yang berjudul Figh Muamalat karangan Prof. Dr. H. Abdul Rahman Ghazaly, M.A., Drs. H. Ghufron Ihsan,M.A., dan Drs. Sapiudin Shidiq, M.A mendefinisikan bahwa “Shulhu adalah suatu usaha untuk mendamaikan dua pihak yang berselisih, bertengkar, saling dendam, dan bermusuhan dalam mempertahankan hak, dengan usaha tersebut diharapkan akan berakhir perselisihan”. Sulhu adalah kata yang berasal dari kosakata bahasa arab yaitu as-sulhu berarti memutus pertengkaran, perselisihan, atau perdamaian. Sulhu dalam perspektif Hasbi Ash-Shiddiqie sebagaimana dalam bukunya menjelaskan :
عقد يتقق فيه المتنازعان فى حق على ما يرتفع به النزاع
Dalam perdamaian terdapat dua pihak, yang sebelumnya diantara mereka terjadi persengketaan. Kemudian, para pihak sepakat untuk saling melepaskan semua atau sebagian dari tuntutannya. Hal ini dimaksudkan agar persengketaan diantara mereka dapat diakhiri. Masing-masing pihak yang mengadakan perdmaian dalam syarit Islam diistilahkan dengan mushalih, sedangkan persoalan yang diperselisihkan di sebut mushalih ‘anhu, dan perbuatan yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap pihak yang lain untuk mengakhiri pertingkaian / pertengkaran dinamakan dengan mushalih ‘alaihi.[2]
c)        Hiwalah.
Hiwalah menurut bahasa artinya berpindah, sedangkan Syara’ maksudnya ialah pindahnya/pengalihan tanggung jawab membayar hutang dari seseorang kepeda orang lain, misalnya Sayyid mempunyai hutang, sejatinya Sayyid lah yang membayar hutang tersebut, tetapi kewajiban tersebut dialihkan kepada Laniessa dengan Aqad.
Kewajiban membayar hutang segera mungkin sangat ditegaskan dalam agama sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
عن ابى هريرة رضى الله عنه قال:قال رسول الله صلى الله علىه وسلم : مطل الغنى ظلم, واذااتبع احدكم على ملىء فليتبع
Artinya : Dari Abu Hurairah RA berkata : Rasulullah SAW bersabda : penahanan orang yang kaya adalah suatu kedzaliman, dan jika diikutkan seorang dari kamu pada yang kaya, maka ia harus menerima penyerahan itu. (HR Bukhari & Muslim )
عن ابى هريرة رضى الله عنه ان رسول الله صلى الله علىه وسلم كان يؤتى بالرجل المتوفى عليه الدين, فيسأل :هل لدينه من قضاء ؟ فان حدث انه ترك وفاء صلى عليه, والا قال : صلواعلى صاحبكم, فلمّ فتح الله عليه الفتوح قال : انا اولى بالمؤمنين من انفسهم, فمن توفى فعليه دين فصلى قضاؤه
 Artinya : Dari Abu Hurairah RA sesungguhnya Rasulullah SAW bila didatangkan kepadanya jenazah orang yang menanggung hutang, beliau bertanya : apakah ia meninggalkan sesuatu untuk membayarnya? kalau dikatakan bahwa ia meninggalkan sesuatu untuk membayar hutangnya, maka beliau shalat untuknya, tetapi bila tidak, beliau bersabda : shalatkanlah sahabatmu itu!, tetapi setelah Allah memberi beberapa kemenangan kepadanya, beliau bersabda: “aku lebih dekat kepada orang mukmin dari pada mereka, maka barang siapa meninggal dunia dan meninggalkan hutang maka aku tanggung membayarkannya. HR Bukhari dan Muslim
B. Rukun Jual Beli dan Gadai.
a). Rukun Hutang piutang. 



b). Rukun Sulhu.
1. Mhusalih yaitu dua belah pihak yang melakukan akad sulhu untuk mengakhiri pertengkaran atau perselisihan.
2. Mushalih ‘anhu yaitu persoala yang diperselisihkan
3. Mushalih bih yaitu sesuatu yang dilakukan oelh salah satu pihak terhadap lawannya untuk memutuskan perselisihan. Hal ini disebut dengan istilah  badal al-Shulh
4. Shigat ijab kabul yang masing-masing dilakukan oleh dua pihak yang berdamai. Seperti ucapan “aku bayar utangku kepadamu yang berjumlah lima puluh ribu dengan seratus ribu (ucapan pihak pertama)”. Kemudian, pihak kedua menjawab “saya terima”.
        Jika telah di ikrarkan maka konsekuensinya kedua belah pihak harus melaksanakannya. Masing– masing pihak tidak dibenarkan untuk mengundurkan diri dengan jalan memfasaknya kecuali di sepakati oleh kedua belah pihak.
c). Rukun Hiwalah
Menurut mazhab Hanafi, rukun hiwalah hanya ijab (pernyataan melakukan hiwalah) dari pihak pertama, dan qabul (penyataan menerima hiwalah) dari pihak kedua dan pihak ketiga. Menurut mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali rukun hiwalah ada enam yaitu:
1. Pihak pertama, muhil (المحيل):
   Yakni orang yang berhutang dan sekaligus berpiutang,
2. Pihak kedua, muhal atau muhtal (المحال او المحتال):
   Yakni orang berpiutang kepada muhil.
3. Pihak ketiga muhal ‘alaih (المحال عليه):
    Yakni orang yang berhutang kepada muhil dan wajib membayar hutang kepada    muhtal.
4.  Ada hutang  pihak pertama pada pihak kedua, muhal bih (المحال به):
    Yakni hutang muhil kepada muhtal.
5.  Ada hutang pihak ketiga kepada pihak pertama
     Utang muhal ‘alaih kepada muhil.
6.  Ada sighoh (pernyataan hiwalah).




C.  Syarat hutang piutang, sulhu dan hiwalah.
a). Syarat Hutang Piutang.
1. Syarat bagi pemberi hutang yaitu merdeka, baligh, berakal, sehat, dan pandai.
2. Syarat bagi penghutang yaitu:
Menurut Syafi’i yaitu merdeka, baligh, berakal, sehat, dan pandai.
Menurut Hanabilah yaitu penghutang mampu menanggung karena hutang tidak ada kecuali dalam tanggungan.
3. Syarat harta tidak sah kalau hutang berupa manfaat atau jasa, menurut hanafiyah dan hanabilah.

b). Syarat Sulhu.
 1. Syarat yang berhubungan dengan Musahlih( orang yang berdamai) yaitu disyaratkan mereka adalah orang yang tindakannya di nyatakan sah secara hukum. Jika tidak seperti anak kecil dan orang gila maka tidak sah.
2. Syarat yang berhubungan dengan Musahlih bih.
a. Berbentuk harta yang dapat di nilai, diserah- terimakan, dan berguna.
b. Di ketahui secara jelas sehingga tidak ada kesamaran yang dapat menimbulkan perselisihan.
3. Syarat yang berhubungan dengan Mushalih anhu yaitu sesuatu yang di perkirakan termasuk hak manusia yang boleh diiwadkan (diganti). Jika berkaitan dengan hak- hak Allah maka tidak dapat bershulhu.
c). Syarat Hiwalah.
 Persyaratan yang berkaitan dengan Muhil, ia disyaratkan harus, pertama, berkemampuan untuk melakukan akad (kontrak). Hal ini hanya dapat dimiliki jika ia berakal dan baligh. Hawalah tidak sah dilakukan oleh orang gila dan anak kecil karena tidak bisa atau belum dapat dipandang sebagai orang yang bertanggung secara hukum. Kedua, kerelaan Muhil. Ini disebabkan karena hawalah mengandung pengertian kepemilikan sehingga tidak sah jika ia dipaksakan. Di samping itu persyaratan ini diwajibkan para fukoha terutama untuk meredam rasa kekecewaan atau ketersinggungan yang mungkin dirasakan oleh Muhil ketika diadakan akad hawalah.
Persyaratan yang berkaitan dengan Muhal. Pertama, Ia harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan kontrak. Ini sama dengan syarat yang harus dipenuhi oleh Muhil. Kedua, kerelaan dari Muhal karena tidak sah jika hal itu dipaksakan. Ketiga, ia bersedia menerima akad hawalah. Persyaratan yang berkaitan dengan Muhal Alaih. Pertama, sama dengan syarat pertama bagi Muhil dan Muhal yaitu berakal dan balig. Kedua, kerelaan dari hatinya karena tidak boleh dipaksakan. Ketiga, ia menerima akad hawalah dalam majlis atau di luar majlis.
Persyaratan yang berkaitan dengan Muhal Bih. Pertama, ia harus berupa hutang dan hutang itu merupakan tanggungan dari Muhil kepada Muhal. Kedua, hutang tersebut harus berbentuk hutang lazim artinya bahwa hutang tersebut hanya bisa dihapuskan dengan pelunasan atau penghapusan.
Kerelaan orang yang mengalihkan hutang/mahil, Persetujuan orang yang melakukan hutang/muhal:
1.  Keadaan hutang yang dipindahkan sudah tetap menjadi tanggungan, dengan kata lain bukan piutang yang kemungkinan dapat gugur, seperti piutang maskawin perempuan yang belum berkumpul dengan suaminya.
2.  Adanya persamaan hutang yang menjadi tanggungan muhal dan muhal ‘alaih (orang yang menerima pemindahan hutang dari mahil, baik dalam jenis, waktu bayar dan waktu penangguhan.

Syarat-syaratnya sebagai berikut:
1. Utang yang dipindahkan itu adalah utang yang nyata dan tetap terdapat dalam tanggung jawab orang yang dimaksud untuk dipindahkan kepadanya.
2. Kedua jenis hutang itu sama atau sebanding, baik jenis, bilangan, ukuran, sifat dan juga waktunya.
3. Kedua belah pihak harus rida.[3]

E. Hukum Hutang Piutang, Sulhu, dan Hiwalah
a). Hutang Piutang.




b). Sulhu
1.      Surat An-Nisa ayat 128
Perdamaian (al- shulh) disyari’atkan oleh Allah SWT. Sebagaimana yang tertuang dalam Al- Qur’an:
إِنَّمَاالْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوْابَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوْاالله َلَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (Qs. Al Hujurat : 10).
“Perdamaian itu lebih baik “(Al- Nisa:128)
            Disamping firman- firman Allah, Rasulullah SAW. Juga menganjurkan untuk melaksanakan perdamaian dalam salah satu hadis yang di riwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Tirmizi dari Umar Bin Auf Al- Muzanni Rasulullah Saw. Bersabda:
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ المُسْلِمَيْنِ إلآ صَلَحًا أَحَلَّ حَرَامًا وَ حَرَّمَ حَلالاً(رواه ابن حبان)   
 ”Mendamaikan dua muslim ( yang berselisih) itu hukumnya boleh kecuali perdamaina yang mengarah kepada upaya mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram”. (HR. Ibnu Hibban dan Turmudzi).
Contoh menghalalkan yang haram seperti berdamai untuk menghalalkan riba. Contoh mengharamkan yang halal berdamai untuk mengharamkan jual beli yang sah.
2.      Surat Al-Hujurat ayat 9
Artinya: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaian antara keduanya! tetapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dn hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”

3.      Surat An-Nisa surat 114
Artinya: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, Maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.

c). Hiwalah.
Hiwalah dibolehkan berdasarkan Sunnah dan Ijma’:
1.  Hadits
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairoh, bahwa Rasulullah saw, bersabda:
“Memperlambat pembayaran hukum yang dilakukan oleh orang kaya merupakan perbuatan zalim. Jika salah seorang kamu dialihkan kepada orang yang mudah membayar hutang, maka hendaklah ia beralih(diterima pengalihan tersebut)”.(HR Jama’ah)
Pada hadits ini Rasulullah memerintahkan kepada orang yang menghutangkan, jika orang yang berhutang menghiwalahkan kepada orang yang kaya dan berkemampuan, hendaklah ia menerima hiwalah tersebut, dan hendaklah ia mengikuti (menagih) kepada orang yang dihiwalahkannya (muhal'alaih), dengan demikian hakknya dapat terpenuhi (dibayar).
Kebanyakan pengikut mazhab Hambali, Ibnu Jarir, Abu Tsur dan Az Zahiriyah berpendapat: bahwa hukumnya wajib bagi yang menghutangkan (da'in) menerima hiwalah, dalam rangka mengamalkan perintah ini. Sedangkan jumhur ulama berpendapat : perintah itu bersifat sunnah.
2. Ijma’
Para ulama sepakat membolehkan hawalah. Hawalah dibolehkan pada hutang yang tidak berbentuk barang/ benda, karena hawalah adalah perpindahan utang, oleh sebab itu harus pada utang atau kewajiban finansial.
Selain hukum-hukum diatas seperti berikut:
1. Hendaklah Muhal ‘alaihi (orang yang menerima pindahan utang mampu untuk   membayarnya.
Rasulullah bersabda: “apabila diminta dipindahkan (utang) salah seorang diantara kamu sekalian kepada orang yang mampu maka hendaklah ia mengikutinya.” (Muttafaq ‘alaihi).
2. Apabila hutang itu dipindahkan kepada seseorang, dan ternyata orang itu muflis (jatuh miskin), atau meninggal dunia, atau ghaib (tidak ada) dengan ghaib yang jatuh (lama), maka haknya itu kembali kepada muhil (orang yang memindahkan utangnya terlebih dahulu).
3. Apabila hutang itu dipindahkan kepada orang lain, lalu orang tersebut memindahkannya lagi pada orang lain, hal itu dibolehkan, kerena dipindahkan utang tersebut tidak merugikan, asalkan terpenuhinya semua syarat-syaratnya.

F. Macam-macam hutang piutang, sulhu dan hiwalah.
a). Hutang piutang
1.        Hutang lacar adalah kewajiban yang harus dilunasi dalam tempo satu tahun.
2.        Hutang jangka panjang adalah kewajiban yang harus dilunasi dalam jangka waktu lebih dari setahun.
3.        Hutang lain-lain adalah untuk mencatat hutang yang tidak termasuk pada hutang lancar dan hutang jangka panjang. Misalnya: uang jaminan atau uang yang dipengang oleh pemengang saham.

b). Sulhu
Dijelaskan dalam buku Fiqh, Syafi’iyah oleh Idris Ahmad bahwa al- shulhu (perdamaian) di bagi menjadi 4 bagian berikut ini.
a.  Perdamaian antara muslimin dengan kafir, yaitu membuat perjanjian untuk meletakkan senjata dalam masa tertentu, secara bebas atau dengan jalan mengganti kerugian yang di atur dalam undang – undang yang di sepakati dua belah pihak.
b.  Perdamaian antara kepala negara (Imam/ Khalifah) dengan pemberontak, yakni membuat perjanjian- perjanjian atau peraturan mengenai keamanan dalam negara yang harus dia taati, lengkapnya dapat di lihat dalam pembahasan khusus tentang bughat.
c.  Perdamaian antara suami dan istri yaitu membuat perjanjia dan aturan – aturan pembagian nafkah, masalah durhaka, serta dalam masalah haknya kepada suaminya manakala terjadi perselisihan.
d. Perdamaian dalam mua’malat, yaitu membentuk perdamain dalam masalah yang ada kaitannya dalam  perselisihan yang terjadi dalam masalah muamalat.
Di jelaskan oleh Sayyid Sabiq bahwa al –shulhu (perdamaian) di bagi menjadi 3 macam. Yaitu:
a. Perdamaian tentang iqrar;
b. Perdamaian tentang inkar;
c. Perdamaian tentang sukut;


      Adapun dilihat dari keabsahannya dibagi menjadi dua:
1. Shulhu Ibra yaitu melepaskan sebagian dari apa yang menjadi haknya. Shulhu ibra ini tidak terkait oleh syarat.
2. Shulhu Muawadah yaitu berpalingnya satu orang dari haknya kepada orang lain. Hukum yang berlaku pada sulhu ini adalah hukum jual beli.
c). Hiwalah.
Mazhab Hanafi membagi alhiwalah dalam beberapa bagian, ditinjau dari segi objek akad.
1.        Hiwalah al-haq (pengalihan hutang piutang) yaitu apabila yang dialihkan itu merupakan hak untuk menuntut pembayar hutang,
2.        Hiwalah ad-dain (pengalihan utang) yaitu apabila yang dialihkan kewajiban untuk membayar hutang.







BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Hukum Islam diperbolehkannya pegadaian adalah yang sesuai dengan syari’at Islam berikut syarat-syarat yang telah kami sebutkan di atas. Adapun sistem pegadaian yang ada di tanah air kita, maka tidaklah bisa dihukumi secara umum diperbolehkan, terutama apabila didalamnya ada sistem-sistem yang menyelesihi syari’at Islam.Gadai dalam islam adalah hal yang diperbolehkan. Karena secara sistematikanya gadai menyerupai utang-piutang, namun bedanya dalam gadai ada barang yang dijadikan jaminan dan dibawa saat transaksi. Dalam prakteknya, gadai secara syariah ini memiliki beberapa unsur:: Ar-Rahin (orang yang menggadaikan), Al-Murtahin (orang yang menerima barang gadai), Al-Marhun/ Ar-Rahn (barang yang digadaikan atau dipinjamkan), Al-Marhun bihi (uang yang dipinjamkan). Adapun beberapa rukun gadai yakni: Al-’Aqdu, adanya lafaz, adanya pemberi dan penerima gadai, adanya barang yang digadaikan, adanya hutang. Dengan adanya hal-hal diatas maka syahlah sebuah transaksi gadai.


B.          SARAN
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca apabila ada saran maupun kritik yang ingin disampaikan pada saya silahkan sampaikan kepada saya. Apabila ada kesalahan saya mohon maaf dan dimaklumi, karena saya adalah manusia dan hamba Allah yang tidak luput dari kekurangan maupun kesalahan.








DAFTAR PUSTAKA

Al-Jazairi Abu Bakr Jair , 1976, Pedoman hidup Muslim, Jakarta: PT, Pustaka Lintera Antar  Nusa.
ash Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi,2001 Pengantar Fiqih Muamalah. Semarang:   PT Pustaka Rizki Putra.
 Dkk, Abdul Rahman Ghazaly, 2008, fiqih Muamalat, Jakarta: Pranada Media Group.
Mardani, 2012. fiqih Ekonomi Syariah.Jakarta: Prenada Media Group.
Sahrani Sohari, Ru’fah Abdullah, 2001.  Fiqih Muamallah, Bogor: Ghalia Indonesia.
Az-zuhaili Wahbah.2011, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani.
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,1997.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.








[1] Abu Bakr Jair Al-Jazairi, Pedoman hidup Muslim, (Jakarta: PT, Pustaka Lintera Antar Nusa, 1976), hlm. 589-590

[2] Teungku Muhammad Hasbi  ash Shiddieqy, Pengantar Fiqih Muamalah. (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra., 2001), hlm 382 & 385

[3] Anshori Umar, Fiqih Wanita, (Semarang: CV. ASY-Syifa, 1986), hlm 498. 

Komentar

  1. Apakah Anda membutuhkan kredit yang mendesak?

    * Transfer Sangat Cepat dan Instan ke rekening bank Anda
    Bayar kembali bulan setelah Anda mendapatkan pinjaman di bank Anda
    akun bank
    * Suku bunga rendah 2%
    * Pembayaran jangka panjang (1-30) Tahun Panjang
    * Pinjaman fleksibel dan gaji bulanan
    *. Berapa lama untuk membiayai? Setelah mengajukan pinjaman
    Anda mungkin mengharapkan jawaban awal kurang dari 24 jam
    pembiayaan dalam 48 jam setelah menerima informasi yang mereka butuhkan
    Dari para kru Di perusahaan pinjaman ROSSA STANLEY, kami adalah perusahaan pembiayaan yang berpengalaman yang menyediakan fasilitas pinjaman yang mudah, tulus, serius, korporasi, hukum dan publik dengan bunga 2%. Kami memiliki akses ke koleksi uang tunai untuk diberikan kepada perusahaan dan mereka yang memiliki rencana untuk memulai bisnis tidak peduli seberapa kecil atau besar, kami memiliki uang tunai. Yakinlah bahwa kesejahteraan dan kenyamanan Anda adalah prioritas utama kami, mengapa kami di sini untuk mengurus pemrosesan pinjaman Anda.

    Hubungi perusahaan pinjaman yang sah dan dapat dipercaya dengan rekam jejak layanan yang memberikan kebebasan finansial kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa.
    Untuk informasi lebih lanjut dan pinjaman yang diminta untuk mengatur bisnis Anda, beli rumah, beli mobil, liburan, hubungi kami melalui,

    E-mail resmi: rossastanleyloancompany@gmail.com
    Instagram resmi: Rossamikefavor
    Twitter Resmi: Rossastanlyloan
    Facebook resmi: rossa stanley mendukung
    CSN: +12133153118
    untuk respon cepat dan cepat.
    Silakan mengisi formulir aplikasi di bawah ini dan kami akan menghubungi Anda lagi, Kami tersedia 24/7

    DATA PEMOHON

    1) Nama Lengkap:

    2) Negara:

    3) Alamat:

    4) Jenis Kelamin:

    5) Status Perkawinan:

    6) Pekerjaan:

    7) Nomor Telepon:

    8) posisi di tempat kerja:

    9) Penghasilan Bulanan:

    10) Jumlah Pinjaman yang Dibutuhkan:

    11) Jangka Waktu Pinjaman:

    12) nama facebook:

    13) Nomor Whatsapp:

    14) Agama:

    15) Tanggal lahir:

    SALAM,
    Mrs.Rossa Stanley Favor
    ROSSASTANLEYLOANCOMPANY
    Email rossastanleyloancompany@gmail.com

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proses Perencanaan.

syirkah, ijarah, dan ariyah